Friday 30 September 2011

Parit Kecil Penuh Duri


Kamar – 26 September 2011
          Masing-masing individu pasti mempunyai prinsip-prinsip yg dianut dalam menjalani sebuah kehidupan. Sebuah prinsip, yg tentunya terbentuk melalui kenyamanan dari setiap pribadi yg menjalankannya. Terkadang hal tersebut nampak tidak lumrah bagi khalayak ramai. Akan tetapi sudah barang tentu, jika orang-orang tersebut memiliki argumentasi yg menurut mereka benar, sehingga memilih untuk menerapkannya dalam setiap sisi dalam kehidupan mereka masing-masing... 

            Begitu juga dengan diri saya. Dimata banyak orang, mungkin saya adalah sebuah pribadi yg terkesan aneh, menjengkelkan, memuakkan dan menentang arus. Sebagian orang bahkan menilai saya dengan sebuah kata yg sedikit keras atau bahkan kasar, yaitu "AROGAN DAN BANYAK TINGKAH ". Dan apakah saya peduli dengan itu semua..?? ehmmm sejujurnya, sama sekali "TIDAK"..

            "Setiap orang berhak untuk menilai diri saya, apapun itu. Akan tetapi maaf, mereka tidak berhak untuk mengatur jalan hidup saya". Dan ketika ada orang-orang yg mencoba untuk mengatur diri saya, dengan mempengaruhi saya agar melakukan hal-hal sesuai keinginan mereka, maka saya akan mengangkat jari tengah saya tinggi-tinggi ke udara dan berteriak "F**K YOU".

            Dalam salah satu tweet saya di akun twitter @_roni20 , saya pernah berujar :
"Abdul Roni Rizky adalah Abdul Roni Rizky. Sebuah pribadi, yang mungkin hanya akan di mengerti oleh Abdul Roni Rizky dan dirinya sendiri"

                Tidak dapat dipungkiri lagi, ketika kenaikan level dari kelas 10 ke kelas 11, memberikan efek yang luar biasa bagi diri saya. Ini artinya saya sudah tidak menjadi junior lagi dan terbebas dari belenggu dan ketakutan ketika berhadapan dengan kelas 12 yg sudah lulus. Memang pada saat itu kesalahan saya lah yang telah menghina mereka, saya sungguh menyesal. “Untuk kakak-kakak senior saya di SMA 6 Palembang , maafkan saya jika telah membuat hati atau perasaan anda tersinggung. Perbuatan saya memang telah melampaui batas, saya memang pengecut. Maafkanlah kesalahan saya yang telah saya perbuat”.

            Ajang kenaikan kelas ini mungkin akan menjadi hal yang bagus dan menarik, mudah-mudahan saya bisa membersihkan nama yang sudah terlanjur sangat kotor, dan memang seharusnya yang demikian itu harus dilakukan. Akan tetapi bagi saya pribadi, hal-hal tersebut tidak lebih dari sebuah"Parit kecil penuh duri", yg mau tidak mau harus saya lompati dengan penuh kehati-hatian..

            Mengapa saya katakan hal diatas sebagai "Parit kecil penuh duri". Karena, jika saya tidak berhati-hati dalam menghadapinya, maka hal tersebut dapat membuat saya jatuh dan terjerembab. Dan ketika hal tersebut terjadi, maka akan sangat sulit bagi saya untuk kembali berdiri tegap, tanpa ada luka-luka di sekujur tubuh saya...

            Sebagai seorang pribadi dan juga seorang pelajar yang sibuk membantu keluarga, maka saya di tuntut untuk mampu membagi waktu sebaik-baiknya untuk kedua hal yg sama-sama sangat penting dalam kehidupan saya, yaitu sekolah dan keluarga. Dan percayalah, jika sejujurnya hal tersebut membutuhkan energy yg tidak sedikit. Dapat dibayangkan, jika saya harus membagi lagi dengan kegiatan-kegiatan di luar dua hal yg tersebut di atas. Maka saya takut, jika kegiatan-kegiatan tersebut akan menggangu waktu dan konsentrasi saya kepada sekolah dan juga keluarga serta kisah percintaan saya..

            Sejujurnya saya memang tidak anti terhadap kegiatan-kegiatan di luar tersebut. Akan tetapi sebagai pribadi, saya hanya selalu berusaha semaksimal mungkin untuk memilah-milah mana yg sekiranya sesuai dan mana yg tidak. Serta mana yg sekiranya pantas saya lakukan dan mana yg kurang pantas untuk saya lakukan..  “SAYA INGIN SUKSES”
            Ketika kita berbicara mengenai sebuah kesuksesan, maka mau tidak mau kita juga harus membawa serta sebuah popularitas dan profesionalisme. Karena ketika seseorang mencapai sebuah kesuksesan, maka dengan sendirinya popularitas akan berjalan tepat di belakang orang tersebut dan harus dijalankan dengan professional. Walaupun sejujurnya, tidak dapat dipungkiri jika sebuah popularitas dan profesionalisme memang penting dalam sebuah kehidupan. Akan tetapi pada kenyataannya, popularitas dan profesionalisme tidak selamanya berefek baik bagi diri kita dan orang-orang di sekitar kita...

            "Tidak ada hal yg lebih sulit dari menjaga keseimbangan antara popularitas, profesionalisme dan kenyamanan hidup" 

            Secara tersirat, popularitas akan membuat hidup kita menjadi jauh lebih mudah. Popularitas akan membuat kita dapat membuka link-link baru dalam setiap sendi kehidupan sosial kita. Beberapa teman baru dari berbagai macam kalangan, beberapa kesempatan baru dari berbagai macam bidang, serta beberapa tantangan baru dari hal-hal yg mungkin tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Akan tetapi hal tersebut, dengan sendirinya juga akan diikuti oleh beberapa ancaman baru dari berbagai penjuru, yg juga tidak pernah terlintas dalam benak kita...

            Mengembangkan potensi diri dalam beberapa hal yg baru, tentu bukan menjadi sebuah hal yg tabu atau haram, malah menurut saya hal tersebut sangat pentas untuk dicoba. Akan tetapi sebagai manusia tentu kita memiliki sebuah hati, yg berfungsi sebagai alat kontrol diri dalam mengukur hal-hal yg berkenaan dengan nilai-nilai sebuah kepantasan. Sehingga kita mampu untuk memilah-milah, hal apa saja yg sekiranya sesuai dengan kemampuan serta karakter yg ada pada diri kita sebagai manusia...

            Dengan mencoba hal-hal yg baru tersebut, maka dengan sendirinya kita akan di hadapkan pada sebuah prinsip yg sangat penting serta mendasar. Yaitu profesionalisme dalam menjalani sebuah kegiatan dan pekerjaan, yg telah membawa kita hingga mampu berdiri di titik dimana kita berdiri saat ini. Karena menurut pandangan saya pribadi, banyak orang yg lupa terhadap pekerjaan utama mereka, ketika orang-orang tersebut terbuai dengan kenikmatan dalam menjalani sebuah kegiatan dan pekerjaan baru, efek dari sebuah popularitas. Padahal sejatinya, hal-hal tersebut dapat mereka raih karena keberhasilan mereka dalam menjalani kegiatan dan pekerjaan awal mereka tadi. Dan sudah barang tentu, hal tersebut patut untuk disayangkan..

                Tanpa kita sadari, profesionalisme kita dalam menjalankan karir dan kegiatan yg di iringi oleh sebuah popularitas, mau tidak mau dengan sendirinya akan mengurangi kenyamanan kita dalam menjalani sebuah kehidupan. Hal tersebut adalah sebuah mata rantai, yg menurut saya tidak akan pernah dapat di pisahkan. Sebuah konsekuensi yg harus di tempuh sebagai sebuah pribadi, yg tidak hanya menjadi milik diri sendiri dan keluarga, akan tetapi juga menjadi milik dari masyarakat banyak dengan segala suka maupun dukanya..
            Kesuksesan, popularitas dan disukai banyak orang tidak selamanya berefek baik bagi kehidupan kita. Akan tetapi sekali lagi, kita mempunyai sebuah hati yg dapat digunakan untuk mengontrol itu semua. Sehingga mampu seiring dan sejalan serta selaras dengan hakekat kita dalam menjalani sebuah kehidupan..

            Kita harus sadar, bahwa kebahagiaan yg sesungguhnya adalah kebahagiaan yg berada di sekitar diri kita, yaitu keluarga. Orang-orang yg kita cintai dan mencintai kita dengan setulus hati. Karena seiring berjalannya waktu, karir kita pada masanya nanti pasti akan surut. Lambat laun kita juga harus menerima kenyataan, jika sebuah popularitas pada saatnya nanti juga akan memudar. Akan tetapi, teori-teori tersebut tidak akan pernah berlaku pada kasih sayang orang-orang di sekitar kita (Keluarga). Karena mereka, akan menerima diri kita secara utuh dalam apapun keadaannya...

            Muhammad Azhar, Anita dan Muhammad Adillah Roihan akan selalu dapat menerima saya seutuhnya, dalam apapun keadaan saya. Begitu juga sebaliknya, saya akan mencintai mereka seutuhnya dalam apapun keadaan saya. Dan belum tentu orang baru yang hadir dalam kehidupan saya (pacar) dapat menerima saya seutuhnya. Oleh karena itu, saya akan selalu memposisikan keluarga diatas kegiatan dan pekerjaan saya.

            "Kita tidak akan pernah mampu membahagiakan semua orang. Akan tetapi setidaknya, kita dapat memilih orang-orang mana yg pantas untuk diberi kebahagiaan"
Selesai...


Quote dan tulisan Bambang Pamungkas ada yang saya masukkan di dalam postingan ini

Thursday 29 September 2011

Pertemuan Pertama dengan Saraswati Widyasari

 Di semester kedua kelas X SMA, gue jatuh hati dan terpesona. Gue terpesona dengan wanita, bukan cowok. Nama orang yang sial tersebut adalah Saraswati Widyasari. Di sekolah, kelas kami bertetangga dan setiap hari dia selalu lewat depan kelas gue dan sial gue selalu ngeliat dia (gue duduk di pinggir dekat jendela). Karena gue orang cupu dan udik serta jelek, gue ga berani buat ngajak dia kenalan. Boro-boro kenalan, natap dia langsung aja ga berani. Saraswati yang biasa dipanggil yayas termasuk wanita yang pupoler di angkatan kami, terutama oleh kaum lelaki. Kalo gue nanya sama temen yang beda kelas tau gak siapa yayas pasti jawabannya “Oh, anak kelas X.B yang cantik itu ya ? iya, gue tau”.
Selama berminggu-minggu dan berbulan-bulan, gue cuma bias ngeliatin yayas dari jendela kelas karena dia selalu lewat setiap istirahat, sampe gue sadar, kalau terus kayak gini, gue gak bakal bisa maju, cerita cinta gue di SMA bakalan sama kayak di SMP: jatuh cinta yang berakhir diam-diam. Gue pun langsung memikirkan segala cara buat mengajak Yayas kenalan, syukur-syukur bisa minta nomor hape. Tapi pada saat itu, itu Cuma khayalan belaka. Gue sadar kalo rakyat jelata gak mungkin bisa dapetin tuan putrid, kalau pun bisa itu hanya dalam cerita dongeng.
Masalah pertama yg muncul adalah : cak mano caronyo ngajak Yayas ngbrol dan kenalan? Kalo secara langsung sama kayak bunuh diri: gue bias pingsan dan pipis di celana kalo ngomong sama tuan Putri, dan itu bias buat dia jadi ilfil. Untungnya tahun 2010 adalah era internet. Jejaring social seperti Facebook, twitter dan ehem… Friendster cukup menjamur. Pada saat itu, gue lagi getol-getolnya nge tweet, eh gak sengaja nemu akun twitter si Yayas, tanpa pikir panjang langsung gue follow. Masalah berikutnya adalah bagaimana caranya minta dia follback gue.. setelah bercucuran keringat akhirnya gue mention ke dia  “hey @Saraswdysr , folback ya J” .. walaupun Cuma 4 kata + 1 emot, inilah kisah panjang perjalan gue buat deketin yayas, syukur-syukur bisa dapetin dia.

:)
Saat itu, gue ga berani ngeliat mention yang masuk, gue takut malah ntar dibales kayak gini : lo siapa ?. setelah berjam-jam akhinya gue buka mention gue yang masuk, cukup mengejutkan terdapat ReTweet kayak gini : @Saraswdysr followed ron RT @Ssaronian hey @Saraswdysr, folback ya J . Gue seneng bukan kepalang, ternyata dia tau nama gue. Tapi saat itu gue mencoba untuk jaim B-) agar gak terlalu keliatan kalo gue nge fans banget sama dia.
Hari-hari berikutnya berlangsung seperti biasa, intensitas gue mentionan sama Yayas terbilang cukup sering. Gue ngerasa nyambung dan nyaman kalo lagi mentionan sama dia, dalam hati gue terpikir, apakah ini cinta yang sebenarnya buat gue? Gue jadi sua ngatain dia, dan dia ngatain balik. Membahas suatu hal yg penting sampai tidak penting. Dari situ gue bias simpulkan dan kesimpulan gue ini sangat tepat, Yayas itu orangnya baik, asyik, ga sombong, suka bergaul dan tentu saja masih polos. Walaupun kami sering mentionan di dunia maya, tapi kami tidak pernah berteguran atau saling menyapa di dunia nyata. Gue gak punya cukup keberanian buat ngelakuin hal itu. Dan satu hal lagi, gue minder. Dia begitu mempesona dan gue begitu memalukan dan suka malu-maluin.
Samapi akhirnya gue memberanikan untuk minta nomor telponnya, tentu saja lewat Direct Message twitter, lagi-lagi Twitter menyelamatkan gue. Gue ge tweet “@Saraswdysr cek DM ya ndut ;)” laldu dijawabnya “oke” .. tanpa ba-bi-bu lagi gue langusng nge DM dia “boleh minta nomor hape gak ?” dibalesnya “gue lupa :O” gue langsung bales “ayolah, kasih tau ane nomor hapemu ;)” dan 5 menit kemudian dibalesnya “oke, tapi jangan kasih tau orang lain ya, nih 0898*******”. Gue merasa mau pingsan.

:)

Waktu pun berlalu, gak terasa 3 hari lagi Ujian semester 2 untuk kenaikan kelas. Saat itu gue sering sms-an sama dia. Saat ulangan nanti, ruangan kelas gue terpisah sama temen-temen yang pinter dan tergabung dengan anak-anak kelas X2. Tapi, beruntung gue bisa sekelas dengan Yayas, gue baru tau kalo jarak antara tempat duduk dia nanti dan tempat duduk gue itu lumayan deket, gue senang bukan kepalang.
Saat ulangan,kalo pikiran gue lagi kosong dan gak tau buat jawab apa, gue selalu liatin Yayas dari belakang. Setiap ngeliatin ida gak tau kenapa pintu pikiran gue terbuka, gue langsung bisa ngejawab soal. Mukjizat kali ya ?
Akan gue selalu inget, percakapan pertama gue sama Yayas adalah ketika dia bertanya jawaban. Dia bertanya nomor 35 jawabannya apa ? langsung gue liat jawaban gue dan dengan segera memberitahunya kalo jawaban soal nomor 35 itu adalah C.
Walaupun Cuma kayak gitu, tapi ini sungguh bearti buat gue. Gak kebayang bisa mengobrol dan berbicara langsung dengan orang yang kita sayangi secara diam-diam. Mungkin ini akan menjadi kemajuan dalam kisah percintaan gue, semoga :)

Monday 4 July 2011

Tim Impian Indonesia Lolos ke Piala Dunia

Indonesia adalah “Brazil Asia”. Yang ngomong bukan sembarang orang tetapi Ketua FIFA Sepp Blater. Tapi pujian itu hanya didedikasikan untuk tim nasional sepakbola Indonesia yang dikapteni oleh Soetjipto “Gareng” Soentoro. Dan komandan PSSI-nya jelas bukan Nurdin Halid pula tetapi kakak kandung Solichin GP yakni Kosasih Purwanegara.
Pada era 1960-an sampai medio 1970-an, kesebelasan Indonesia memang menjadi kesebelasan elite Asia kalau tak boleh dijuluki “Raja Asia” , yang sangat dihormati oleh kesebelasan-kesebelasan di Asia bahkan Eropa. Padahal modal kas PSSI semata-mata dari keuntungan bersih jualan karcis di stadion Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, manakala Indonesia melawan tim-tim kelas dunia seperti Dynamo Moscow, Dynamo Kiev (dahulu masih Uni Soviet), Santos, Cruziero, Sao Paolo (Brazil), Independiente (Argentina), Cosmos dan Washington Diplomat (USA) dan lain-lain.
Saingan berat Indonesia di Asia hanya Israel (belum masuk zona Eropa), Iran dan Burma (sekarang Myanmar). Jepang dan Korea Selatan yang menjadi langganan Piala Dunia sekarang ini, biasa dipermak habis Indonesia dengan minimal skor 3-0. Bahkan Timnas Taiwan dicukur Indonesia dengan skor telak 11-1 di Piala Merdeka Games, Malaysia, tahun 1968. Jangan tanyalah timnas Thailand, Vietnam dan Singapura karena ketiganya nggak level disandingkan dengan Indonesia. Terlebih negara-negara di jazirah Arab, bahkan mereka “belum tahu cara bermain bola”, maklumlah federasi sepakbola pun mereka belum punya.
Bayangkan saja sejak Piala Merdeka Games yang sangat prestisius di Asia pertama kali diadakan sejak 1954 dan Indonesia yang pertama kali menjuarainya, kemudian Indonesia memenanginya kembali pada tahun 1960, 1961, 1962 dan 1969 (dan tahun-tahun yang hilang di Merdeka Games karena Indonesia sedang berkonfrontasi dengan Malaysia). Rute emas kejuaraan yang dimenangi Indonesia selalu dimulai dari kota Dacca (ibukota Pakistan Timur ketika itu, sekarang ibukota Bangladesh) dimana ada turnamen Agha Khan Gold Cup. Indonesia menjuarai piala Agha Khan ini sejak 1961, 1966, 1967, 1968 dan 1979 (tahun-tahun lainnya Indonesia adalah juara 2). Kemudian tim Indonesia turun ke Bangkok untuk menjuarai King’s Cup dan Queen’s Cup pada tahun 1968 dan 1971 (tahun-tahun lainnya Indonesia selalu lolos ke final). Kemudian timnas Indonesia memenangi Piala Sukan Singapura, bahkan menciptakan All Indonesian Final antara Indonesia A dan Indonesia B pada tahun 1972. Dan terakhir tentu saja main di kandang pada Jakarta Anniversary Cup, yang terakhir dijuarai pada tahun 1972 dengan menundukkan timnas Korea Selatan dengan skor 4-2.
Atas supremasi kesebelasan Indonesia itulah akhirnya Indonesia diminta AFC (Asia Football Confederation) mengirim 5 pemain nasionalnya untuk mengisi skuad “Asia All Stars”. Mereka itu adalah Soetjipto Soentoro (penyerang lubang sekaligus bertindak sebagai kapten), Yacob Sihasale (penyerang tengah), Iswadi Idris (sayap kanan), Abdul Kadir (sayap kiri) dan Yudho Hadianto (penjaga gawang). Sebenarnya AFC berniat memanggil pemain Indonesia lebih banyak lagi seperti stopper Anwar Udjang dan Mulyadi serta gelandang Basri dan Aliandu. Ttetapi AFC tentu saja harus bertindak adil dengan memanggil pemain Asia lainnya meskipun hanya masing-masing satu orang saja.
Apa keunggulan pemain-pemain Indonesia ketika itu? Indonesia memiliki penjaga gawang “sangat kebal” seperti dinobatkan oleh koran “Utusan Malaysia”, Kuala Lumpur dan “Bangkok Post”, Bangkok pada diri Yudho Hadianto. Fisik Yudho sebenarnya tidak terlalu tinggi tetapi dia mampu bermain akrobat yang sangat memukau dengan tetap tak kehilangan akurasinya. Yacob Sihasale adalah striker oportunis dengan sundulan kepala yang sangat luar biasa keras dan terarah disamping kemampuan dribbling, screening dan tendangan yang akurat. Iswadi Idris adalah seorang pemain penuh percaya diri sehingga mampu menggiring bola tak pernah putus melampaui pemain belakang lawan sebelum mengumpan tarik ke striker Yacob Sihasale. Abdul Kadir adalah pemain sayap kiri tercepat di Asia dalam membawa bola maupun tanpa membawa; umpan-umpan dari Kadir inilah menjadi santapan empuk bagi striker Yacob dan second striker Soetjipto Soentoro untuk menciptakan gol-gol spektakuler yang tidak bisa dilihat pada setiap pertandingan. Dan Soetjipto Soentoro tentu adalah pemain istimewa yang pernah dilahirkan Indonesia. Ballskill Soetjipto sangat sempurna; kemampuan menjaga bola (screening) sangat sempurna pula sehingga setiap lawan yang akan merebut bola darinya akan berbuah pelanggaran; tendangan sangat keras dan terarah dari berbagai sudut sempit sekalipun; kemampuan mengecoh dua-tiga pemain belakang sering menjadi makanan hampir pada setiap pertandingan karena memiliki kemampuan “menyulap” bola demikian cepat dan tak terduga. Namun di atas segalanya, Soetjipto memiliki jiwa kepemimpinan, kepercayaan diri dan mentalitas bertanding sangat tinggi sehingga bisa mengangkat permainan tim dalam situasi tertekan sekalipun.
Selengkapnya inilah “Tim Impian Indonesia” yang diyakini oleh penulis bakal “Lolos” ke Piala Dunia seandainya para pemain-pemainnya masih berkumpul utuh seperti di jaman kejayaan Indonesia dulu:
Penjaga gawang: Yudho Hadianto, Yus Etek, Ronny Pasla
Belakang: Yuswardi, Sunarto, Reny Salaki, Mulyadi, Anwar Udjang, Masri, Ishak Udin, Makful, Ronny Pattinasarani, Johanes Auri
Gelandang: Aliandu, Surya Lesmana, Basri, Fatah Hidayat, Bob Hippy, Djunaedi Abdillah, Nobon, Anjas Asmara, Mettu Duaramuri
Depan: Soetjipto Soentoro (Kapten), Yacob Sihasale, Komar, Andjik Alinurdin, Omo, Wowo, Iswadi Idris, Abdul Kadir
Pelatih: Tony Poganik (Pelatih Utama), EA Mangindaan, Endang Witarsa (Asisten Pelatih)

Sunday 3 July 2011

Kejayaan Sepakbola Indonesia : Iswadi Idris Pemain Legendaris yang Ditakuti Asia

Kejayaan Sepakbola Indonesia : Iswadi Idris Pemain Legendaris yang Ditakuti Asia

http://mediaanakindonesia.files.wordpress.com/2010/12/iswadiidris-c.jpg?w=299&h=299
Kebesaran sejarah sepak bola Indonesia, tak bisa melupakan era akhir 1960-an sampai akhir 1970-an. Saat itu Indonesia menjadi kiblat Asia. Dan, salah satu tokoh kebesaran itu adalah Iswadi Idris.  Iswadi yang merupakan legendaris sepak bola nasional dan menjadi pemain nasional pertama merumput di luar negeri bersama salah satu klub sepak bola Australia, pernah menjadi ikon Timnas Indonesia era 60-70-an. Pemain yang dijuluki Boncel karena pendek (tinggi 165 cm) ini, termasuk pemain paling berbakat yang dimiliki Indonesia. Karena kehebatannya pula, dia termasuk pemain yang ditakuti Asia. Meski pendek, Iswadi pemain ulet dan cerdas. Dia juga serbabisa. Mengawali karier sebagai bek kanan, tapi dia juga sering dipasang sebagai gelandang kanan. Bahkan di akhir kariernya di timnas tahun 1980, dia malah diplot sebagai sweeper.
Hebatnya, dia bisa menjalani semua posisi itu dengan baik. Bersama Sutjipto Suntoro, Jacob Sihasale dan Abdul Kadir, dia punya popularitas besar di Asia. Itu semua berkat permainan mereka yang memang luar biasa. Bahkan, empat sekawan ini dinilai sebagai penyerang tercepat.
Di masa itu, sepakbola Indonesia sangat dihormati Asia. Bahkan, bersama Burma (sekarang Myanmar, Red), Indonesia merupakan kekuatan utama. Apalagi, timnas Indonesia saat itu sudah biasa bertemu tim-tim besar seperti PSV Eindhoven, Santos, Fiorentina, Uruguay, Sao Paulo, Bulgaria, Jerman, Uni Soviet dan masih banyak lagi.
“Jepang, Korea Selatan dan tim Timur Tengah belum punya cerita. Kekuatan besar dimiliki Indonesia dan Burma,” jelas Iswadi dalam wawancara dengan Kompas.com di PSSI tahun lalu. Tentang berbagai posisi yang dia jalani, Iswadi mengaku bisa menikmatinya. “Posisi yang sering saya perankan adalah sayap kanan. Saya suka menusuk ke gawang lawan. Entah sudah berapa gol yang saya ciptakan, yang jelas lebih dari 100 kalau dijumlah dari awal sampai akhir karier,” jelas Iswadi Idris yang juga pengurus PSSI itu.
Bakat yang dimiliki Iswadi memang istimewa. Dia tak hanya punya kecepatan lari, tapi juga teknik sepakbola yang baik. Selain itu, visi permainan Iswadi juga luas, ditopang kemampuannya memimpin rekan-rekannya. Wajar jika dia segera dijadikan kapten timnas sejak awal 1970-an sampai 1980.
Menjadi pemain sepakbola yang lama membela timnas dan dikenal luas sampai seantero Asia, sebenarnya tak pernah dipikirkan Iswadi. Awalnya dia malah menyukai atletik, karena punya kecepatan lari. Baru pada 1961, dia membaca temannya memperkuat Persija Junior di koran Pedoman Sport. Iswadi yang sejak umur 4 tahun tinggal di Kramat Lima, Jakarta Pusat, kemudian tertarik bermain bola. Awalnya bergabung dengan Merdeka Boys Football Association (MBFA), kemudian ke Indonesia Muda (IM). “Kebetulan rumah saya dekat Taman Ismail Marzuki (TIM). Dulu masih berupa kebon binatang. IM berlatih di Lapangan Anjing, tempat melatih anjing. Akhirnya saya pindah ke klub itu,” katanya.
Iswadi pun semakin menikmati sepakbola, bahkan serius menggelutinya hingga menjadi salah satu legenda Indonesia. “Sepakbola hobi yang berharga. Dulu kami bermain ingin terkenal, juga demi pengabdian kepada bangsa. Jadi semangatnya berlebihan,” terangnya. Selama kariernya sebagai pemain sepakbola, bukan sebuah gol indah yang membuat Iswadi Idris kepikiran sampai sekarang. Justru kegagalannya mencetak gol. Itu terjadi tahun 1972, ketika Indonesia menjamu Dynamo Moscow dalam partai uji coba di Senayan. “Kiper Dynamo adalah penjaga gawang terbaik abad ini, Lev Yashin. Saya bertekad menaklukkannya agar menjadi kenangan terindah. Kesempatan ada, tapi tak saya manfaatkan. Itu penyesalan yang masih terpikir sampai sekarang,” tutur Iswadi.
Waktu itu, dia menerima umpan terobosan dari Sutjipto. Dalam keadaan bebas dengan posisi yang sama, dia biasanya menendang bola ke gawang dan hampir selalu gol. “Tapi karena karisma Lev Yashin, saya seperti tak melihat ada celah untuk mencetak gol. Saya justru mengumpankan bola ke Jacob Sihasale. Dia tak siap, karena biasanya saya menendang sendiri dan gol. Habis pertandingan, pelatih Djamiat Dahlar pun kecewa karena saya menyia-nyiakan kesempatan,” sesalnya lagi.
DIISUKAN KENA SUAP
Menjadi bintang besar memang menyenangkan. Tapi, tak selamanya selalu penuh puja-puji. Demikian juga yang dialami Iswadi. Dia dan rekan-rekannya pernah syok karena diisukan terkena suap, saat membela Indonesia di babak Pra Piala Dunia 1978 lawan Singapura.
Pada pertandingan di Singapura, 9 Maret 1977, Indonesia secara mengejutkan dikalahkan tuan rumah 0-4. Padahal Singapura tim kecil dibanding Indonesia. Sebelumnya, koran-koran Indonesia dan Singapura meniupkan isu bahwa Iswadi dan kawan-kawannya menerima suap.
“Oleh sebuah koran, saya diceriterakan menyelinap lewat jendela keluar dari hotel pemain. Katanya saya mendatangi Karpak, sebuah nightclub di Singapura, dan menerima suap. Itu tak pernah terjadi. Saya dan teman-teman tak pernah menerima suap. Sueb Rizal (pemain seangkatannya, Red) tahu persis saya tak ke mana-mana, karena saya sekamar dengannya. Saya kira, isu suap sengaja diembuskan pihak Singapura agar mental kami turun dan tim Indonesia kacau,” tuturnya.
Kasus itu ternyata berbuntut panjang. Seminggu kemudian, Iswadi memperkuat Persija di Piala Marahalim di Medan. “Kebetulan, sebagian besar pemain timnas Indonesia memperkuat Persija. Begitu kami masuk lapangan, langsung dlempari benda keras oleh penonton. Kami mencoba tabah meski dituduh menerima suap,” jelasnya.
Untungnya, Persija tampil memukau. Setelah mengalahkan juara bertahan dua kali (Australia), kemudian menundukkan Thailand. Para penonton Medan pun akhirnya kembali memberikan dukungan penuh, apalagi PSMS Medan sudah teringkir.
“Di final lawan Jepang, kami seperti membawa nama Indonesia. Penonton memberi dukungan penuh dan kami menang 1-0. Itu pengalaman yang menyenangkan, sekaligus sangat memuaskan. Kami bisa menunjukkan sebagai pemain yang disiplin, meski dihantam isu suap,” ceritanya.
Iswadi sendiri tampil memukau di Piala Marahalim. Tapi, itu hanya salah satu pembuktian atas kehebatannya. Selama 12 tahun kariernya di timnas (1968-1980), dia ikut membuat sepakbola Indonesia disegani di Asia. Sebutannya boleh Boncel, tapi prestasinya mengangkasa.

Karier

Sebagai Pemain

Bersama dengan Sutjipto Soentoro, Abdul Kadir, dan Jacob Sihasale, dikenal dengan sebutan “kuartet tercepat di Asia” berkat kecepatan dan kelincahan mereka yang luar biasa. Iswadi juga terkenal sebagai pemain yang memiliki visi yang luas, disiplin, keras, dan berkarakter, baik di dalam maupun luar lapangan. Karena sosoknya tersebut, ia terpilih menjadi kapten timnas sejak awal 1970 sampai 1980. Tak hanya piawai di posisi gelandang, sejumlah posisi lainnya pun sempat ia lakoni selama membela timnas, mulai dari bek kanan hingga sweeper. Ia pun menjadi pelopor pemain serba bisa yang andal dalam berganti-ganti posisi sebelum diteruskan oleh Ronny Pattinasarani. Berkat kepiawaiannya tersebut Bang Is berhasil menjadi pemain Indonesia pertama yang dikontrak oleh klub asing yaitu Western Suburbs, Australia di tahun 1974-1975.

Sebagai Pelatih

Karier lainnya adalah sebagai pelatih. Ia pernah melatih tim Perkesa Mataram atau Mataram Putra, juga timnas nasional pra-Olimpiade 1988 bersama dengan M. Basri dan Abdul Kadir yang dikenal dengan sebutan “trio Basiska”.

Sebagai Pengurus PSSI

Tahun 1994, Bang Is masuk ke dalam jajaran pengurus PSSI. Sejumlah jabatan pernah dipercayakan kepadanya mulai dari Direktur Kompetisi dan Turnamen PSSI, anggota Komisi Disiplin PSSI hingga Direktur Teknik PSSI. Terakhir ia menjabat sebagai Manajer Teknik Badan Tim Nasional serta tim monitoring bersama Risdianto dan Ronny Pattinasarani.
Berpulang
Iswadi Idris terakhir berdomisili di Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta. Ia meninggal dunia di Jakarta, Jumat (11/7/2008) malam, sekitar pukul 20.00 WIB, akibat terserang stroke dan dimakamkan di TPU Karet Bivak, Jakarta.
Suasana haru meliputi rumah duka Iswadi Idris di Perumahan Buncit Indah, Jl Mimosa II Blok S Nomor 15, Jakarta Selatan. Bintang sepakbola Indonesia era 1960 dan 1970-an itu, harus berpulang, karena sakit stroke, pada Jumat (11/7) malam. Almarhum yang lahir di Banda Aceh, 18 Maret 1948 meninggalkan seorang istri Rahma Tuti serta tiga orang anak, Kusuma Ayu Kinanti, Tubagus Dani Putranto, dan Adinda Snitaningrum Kinasih. Berbagai kalangan insan sepak bola tampak memenuhi rumah duka. Beberapa di antaranya Rony Pattinasarany dan Danurwindo. Menurut Ronny yang pernah menggantikan Iswadi Idris sebagai kapten timnas Indonesia, “Bang Is adalah sosok pekerja keras, kadang-kadang temperamen, namun banyak memberikan wejangan ke kita-kita.” Sementara pelatih Persija, Danurwindo menambahkan, “Pak Is orang yang mempunyai pendirian yang kuat dan berkarakter.” Saat ini jenazah sedang disembahyangkan di Masjid Al Ikhlas yang berada tidak jauh dari rumah duka. Baru pukul 13.00 jenazah akan diberangkatkan ke TPU Karet Bivak. Di sana Noegroho Besoes akan memimpin upacara pemakaman
Dunia sepak bola nasional kembali kehilangan salah satu putra terbaiknya. Iswadi Idris mengembuskan nafas terakhirnya, Jumat (11/7), pukul 20.15 Wib di Rumah Sakit MMC Kuningan, Jakarta Selatan setelah mengidap penyakit stroke yang dideritanya beberapa bulan terakhir ini.
Gelandang serang terbaik yang pernah dimiliki Timnas Indonesia itu meninggal dalam usia 60 tahun. Almarhum yang lahir di  Banda Aceh, 18 Maret 1948  meninggalkan seorang istri Rahma Tuti serta tiga orang anak: Kusuma Ayu Kinanti (25), Tubagus Dani Putranto (23), dan Adinda Snitaningrum Kinasih (21). Ayu dan Tubagus telah menyelesaikan kuliahnya, sedangkan Adinda  duduk di bangku kuliah Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Salah seorang putri Iswadi Idris, Adinda, menuturkan sebelum dirawat di RS MMC Kuningan, ayahnya sempat dilarikan ke RS Jakarta Medical Center, Buncit, Selasa (8/7) malam. Sejak terjatuh di kediamannya di Perumahan Buncit Indah, Jalan Mimosa II Blok F/15, Iswadi tidak pernah lagi sadarkan diri hingga ajal menjemputnya. Saat mengembuskan nafas terakhir, Iswadi didampingi istri dan ketiga anaknya serta keluarga dekat. Sebelum meninggal, sejumlah tokoh dan rekan Iswadi seperti mantan Ketua KONI Agum Gumelar, Djohar Arifin Husein, Dony Patty dan para mantan pemain sepak bola nasional sempat membesuk almarhum di RS MMC Kuningan.
Menurut Adinda, almarhum akan dibawa ke rumah duka, namun hingga malam ini belum bisa memastikan di mana ayahnya akan dimakamkan.
Manajer Pelita Jaya, Rahim Soekasah yang pernah bersama almarhum Iswadi Idris duduk di kepengurusan PSSI mengatakan sepak bola Indonesia sangat kehilangan sosok yang mencintai sepak bola. “Iswadi memiliki dedikasi yang tinggi dalam memajukan sepak bola di tanah air, hal ini dibuktikan Iswadi yang selalu memantau pemain muda di daerah-daerah agar kelak bisa menjadi pemain nasiona yang andal,” ungkapnya dihubungi melalui telepon selulernya. Iswadi, diakui Rahim, selalu ngotot agar dikirim PSSI menyaksikan setiap pertandingan Liga Indonesia di daerah hanya untuk melihat apakah ada pemain muda berbakat. “Mungkin karena ia dipercaya oleh pengurus PSSI menjadi tim pemantau pemain muda, makanya ia selalu ngotot pergi ke daerah, hal ini dia lakukan hanya ingin melihat tim nasional masa depan Indonesia bisa kembali berjaya,” katanya. Rahim mengaku sempat membesuk Iswadi saat masih dirawat di RS MMC. “Dokter memang sebelumnya sudah menyakinkan bahwa penyakit Iswadi tidak bisa ditolong lagi, karena pendarahan di kepala yang sudah menjalar,” jelasnya

Perjalanan karier


Data Iswadi
Nama lengkap:
Iswadi Idris
Julukan: Boncel, Bos
Lahir: Banda Aceh (Indonesia), 18 Maret 1948
Posisi: Gelandang/bek kanan
No. Kostum: 13
Karier klub: MBFA (1957-1961), IM Jakarta (1961-1968, 1970-1974), Pardedetex (1968-1970), Western Suburb Australia (1974-1975), Jayakarta (1975-1981), Persija (1966-1980)
Karier timnas: 1968-1980
Prestasi: Juara TIM Cup (1968), Merdeka Games (1969), Pesta Sukan (1972), Anniversary Cup (1972), Pemain Terbaik Piala Marahalim 1973

sumber : wikipedia, kompas dan berbagai sumber lainnya

Saturday 2 July 2011

Sepakbola Indonesia, Sang Macan Asia Yang Tertidur

Seiring semangat kebangsaan yang tercetus dasawarsa 1920-an, Ir. Soeratin Sosrosoegondo mendirikan Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) untuk mewadahi kegiatan sepakbola di nusantara sekaligus menjadi salah satu alat perjuangan bangsa. Tanpa inisiatif tersebut, sepakbola Indonesia tidak pernah dikenal di zaman kolonialisasi karena terkotak-kotak ke dalam berbagai bond sepakbola lokal.

PSSI mulai dikhawatirkan pemerintah kolonial Hindia Belanda. Sebagai bentuk upaya menandingi kekuatan PSSI, didirikan Nederlandsh Indische Voetbal Unie (NIVU) pada 1936. Menjelang Piala Dunia Prancis 1938, dibuatlah perjanjian antara kedua pihak untuk mengirim tim perwakilan. Namun, karena tidak menghendaki bendera yang dipakai tim, Soeratin membatalkan secara sepihak perjanjian tersebut. NIVU tetap mengirimkan tim ke Prancis dengan bendera Hindia Belanda. Tim tersebut adalah perwakilan Asia pertama sepanjang sejarah Piala Dunia.



Waktu itu Indonesia di bawah nama “Dutch East Indies” (Hindia Belanda), peserta dari Asia yang pertama kali lolos ke Piala Dunia. Indonesia tampil mewakili zona Asia di kualifikasi grup 12.

Grup kualifikasi Asia untuk Piala Dunia 1938 hanya terdiri dari 2 negara, Indonesia (Hindia Belanda) dan Jepang karena saat itu dunia sepakbola Asia memang hampir tidak ada. Namun, Indonesia akhirnya lolos ke final Piala Dunia 1938 tanpa harus menyepak bola setelah Jepang mundur dari babak kualifikasi karena sedang berperang dengan Cina.

Sayangnya, pada penampilan pertamanya di babak penyisihan Piala Dunia tanggal 5 Juni 1938 melawan tim sepakbola Hongaria (tim yang akhirnya menjadi runner-up Piala Dunia 1938) disaksikan sekitar 9.000 penonton di stadion Auguste Delaune, kota Reims, Perancis, Indonesia di “cukur gundul” oleh Hongaria dengan skor 6 – 0 dan terpaksa pulang lebih cepat.

Jejak Indonesia sebagai salah satu tim yang disegani di kawasan Asia pun dimulai.

Sepakbola Indonesia memasuki periode keemasan disertai dengan sederetan pemain legendaris Merah-Putih lahir pasca-kemerdekaan, seperti antara lain Ramang, Maulwi Saelan, Suardi Arland, dan Tan Liong Houw. Pada periode yang sama, Indonesia dilatih pelatih legendaris asal Yugoslavia, Tony Pogacnik.

Nama Indonesia mulai diperhitungkan di kawasan Asia saat pasukan Merah-Putih sukses menembus semi-final Asian Games Manila 1954, namun kalah 4-2 dari Taiwan. Pada partai perebutan medali perunggu, Indonesia dikalahkan Burma (kini Myanmar) dengan skor 3-2.

Pada Olimpiade Melbourne 1956, Indonesia juga mengirimkan tim sepakbola. Di babak perempat-final, Indonesia langsung menghadapi favorit juara Uni Soviet. Setelah sempat menahan imbang 0-0, Indonesia takluk 4-0 pada partai ulangan hari berikutnya. Prestasi ini kemudian selalu disebut-sebut sebagai sejarah tertinggi sepakbola Indonesia.

Sepakbola Indonesia, baik Tim Nasionalnya atau klub-klub anggota Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI), menyandang predikat "Macan Asia". Masa keemasan sepakbola Indonesia masih menjadi bagian sejarah masa lalu, era 1960-an hingga 1980-an.

Dulu sepakbola kita Juara Asia, dulu sepakbola kita Macannya Asia...



Bahkan dulu, kompetisi Galatama ditiru habis oleh J-League. untuk masalah manajemen sepakbola, Jepang benar-benar belajar dari Indonesia manakala mereka mempersiapkan J-League. Dulu, kualitas dan karakter pemain kita cukup membanggakan karena berhasil menduduki posisi elite sepakbola Asia.

Bayangkan, tim Asian All Stars 1966-70, Indonesia menyumbang 4 pemain yakni Soetjipto Soentoro, Jacob Sihasale, Iswadi Idris dan Abdul Kadir. Jepang dan Korea Selatan yang sekarang menjadi pelanggan Piala Dunia pun, ketika itu biasa dipermak rata-rata 4-0. bahkan Taiwan pernah dihancurkan oleh Soetjipto Soentoro dkk dengan skor 11-1 di Merdeka Games 1968.

Jangan cerita soal Thailand, Malaysia dan Singapura, mereka bukan level Indonesia saat itu. Kami dapat membayangkan betapa indahnya kala itu. tapi sekali lagi, itu semua dulu, dulu sekali! Ahh.. Ingin rasanya terlahir di masa itu.

Lalu era 70-an, pada masa itu, muncul sejumlah pemain top, termasuk kwartet Sutjipto Soentoro, Iswadi Idris, Abdul Kadir, dan Jacob Sihasale. Iswadi Idris menjadi pemain sepakbola Indonesia pertama yang dikontrak klub Australia, Western Suburb, pada 1974-1975.

Ketika itu, Indonesia bersama Burma menjadi disegani sebagai macan Asia. Sejumlah negara Asia yang kini sepakbolanya disegani, seperti Jepang dan Korea Selatan, waktu itu boleh dikatakan tidak ada apa-apanya. Sebaliknya, timnas Indonesia sudah biasa bertemu tim-tim besar seperti PSV Eindhoven, Santos, Fiorentina, Uruguay, Sao Paulo, Bulgaria, Jerman, dan Uni Soviet (kini Rusia).

“Jepang, Korea Selatan dan tim Timur Tengah belum punya cerita. Kekuatan besar dimiliki Indonesia dan Burma.

Berikut, beberapa rekam jejak Tim Nasional dan klub-klub Indonesia saat menjajal kekuatan Eropa/ Dunia:

- Persija 3-3 Belanda (29 Juni 1951), Persija 3-2 Tionghoa (1 Juli 1951), Persib 0-8 - Futbalski Savez Yugoslavia (1953).
- Uni Soviet 0-0 Indonesia (Olimpiade 1956), Persib 2-9 Red Star Bratislava Ceko (1958).
- Persib 0-2 Jerman Timur 0-2 (Januari 1964), Persib 1-7 Jerman Timur (29 Oktober 1964).
- Rekor pernah tercetak di SUGBK, partai antara Indonesia vs Korut di Pra Olimpiade akhir dekade 70 yg mencapai 200 ribu penonton.
- Indonesia 0-1 Dynamo Moskow (14 Maret 1970).
- Indonesia 2-3 Santos. saat itu Pele pun mencetak 1 gol yang spektakuler (21 Juni 1972).
- Pertandingan segitiga antara PSSI Selection, Rapid Viena dan Khmrer. (6- 10 januari 1974).
- Indonesia 2-1 Uruguay (19 April 1974).
- Turnamen segitiga antara PSSI Tantama, Ajax dan Manchaster United. Hasil akhir Ajax berhasil menjadi juara (1 – 5 Juni 1975).
- Indonesia 0-0 Manchester United (1 Juni 1975), PSSI Utama 0-0 Ajax (1981).
- PSMS Medan Plus 0-3 Arsenal, PSSI Selection 0-5 Arsenal, Niac Mitra 2-0 Arsenal (1983)



- Tunas Inti 2-3 Corinthians (1984), PSSI Garuda 0-1 Santos (20 Mei 1985), Tim PSSI 2-3 Paraguay (21 Februari 1986).
- PSSI A 3-3 PSV Eindhoven. PSV saat itu masih diperkuat oleh Eric Gerets dan Ruud Gullit (14 Juni 1987).
- Tahun 1987, The Red Devils, MU, bersama kapten besarnya saat itu, Bryan Robson, "mencicipi" rumput Stadion Utama GBK.
- Tahun itu juga PSV Eindhoven, membawa Ruud Gullit dan Ronald Koeman cs melawan Galatama Selection di Stadion Utama GBK.



Gol PSV Eindhoven kala itu dicetak oleh Willy Van De Kerkhof, Eric Gerets dan Ruud Gullit 2 gol. (Persib-Psv 88').

-Persib 0-8 AC Milan, Surabaya Selection 1-4 AC Milan (1994).
-Persebaya 1-6 PSV (1995), saat itu Ronaldo masih berumur 18 tahun. Gol tunggal Persebaya dicetak Yusuf Ekodono.
-Bintang Liga Indonesia 2-6 SS Lazio (1996).
-Tahun 1996, Sampdoria (Italia) yang kala itu dilatih Sven Goran Eriksson juga "mencicipi" rumput di Stadion Utama GBK.

Hegemoni sepakbola Indonesia mulai beralih ke kawasan Asia Tenggara. Sebelum berpartisipasi dalam SEA Games 1977, Indonesia kerap berlaga di turnamen antarnegara, seperti Merdeka Games Malaysia, Piala Raja Thailand, Piala Aga Khan Bangladesh, atau President Cup Korea Selatan.

Setelah turun di pesta sepakbola Asia Tenggara itu, Indonesia harus menunggu sepuluh tahun sebelum meraih medali emas. Gol tunggal Ribut Waidi ke gawang Malaysia pada babak pertama di Senayan mengukuhkan nama Indonesia sebagai raja Asia Tenggara.

Setahun sebelumnya, Indonesia mengukir kejutan di Asian Games Seoul. Di bawah asuhan pelatih Bertje Matulapelwa, Indonesia meraih tempat keempat. Prestasi yang cukup menggembirakan itu ditambah ketika Sinyo Aliandoe mampu membawa Indonesia selangkah lebih dekat ke Piala Dunia 1986. Namun, Merah-Putih kalah tangguh dibandingkan Korea Selatan yang akhirnya lolos ke Meksiko.

Prestasi Indonesia mulai menukik. Usai Ferril Hattu mengapteni tim memenangi medali emas SEA Games 1991, tidak ada lagi prestasi tinggi yang diraih Merah-Putih.

Terutama ketika mulai 1999, SEA Games diikuti tim U-23. Untuk tim senior Asia Tenggara, Piala AFF, atau dulu dikenal Piala Tigers menjadi ajang prestise tertinggi. Prestasi Indonesia mentok di posisi runner-up. Catatan tersebut diraih tiga kali penyelenggaraan beruntun pada tahun 2000, 2002, dan 2004. Tidak hanya posisi nomor dua, Indonesia menuai hujatan setelah pada Piala Tigers 1998 sengaja mengalah 3-2 ketika melawan Thailand. Pertandingan itu ditandai dengan gol yang disengaja Mursyid Effendi ke gawang sendiri.

Indonesia hanya mampu mencetak kejutan-kejutan yang hanya dapat dianggap sebagai prestasi minor belaka. Empat kali berturut-turut berlaga di Piala Asia, Indonesia hampir selalu menghadirkan kejutan.

Di Uni Emirat Arab 1996, Widodo Cahyono Putro mencetak gol spektakuler yang kemudian dinobatkan sebagai gol terbaik Asia tahun yang sama. Setelah melempem di Libanon 2000, Indonesia sukses membukukan kemenangan pertama di kancah pesta sepakbola tertinggi Benua Kuning itu. Qatar ditekuk 2-1, sekaligus membuat pelatih Philippe Troussier dipecat. Pada edisi terakhir di kandang sendiri, 2007, Indonesia sempat menang 2-1 atas Bahrain. Kalah di dua pertandingan selanjutnya atas Arab Saudi dan Korea Selatan, tapi seperti dimaafkan berkat penampilan yang penuh semangat.

Animo masyarakat pun melonjak tinggi. Prestasi boleh minim, timnas tetap dicintai. Apapun, catatan tersebut tak lantas menghilangkan seretnya prestasi sepakbola Indonesia. Sudah 17 tahun lebih Indonesia tak lagi meraih gelar bergengsi. Terakhir di Piala AFF 2010, Indonesia kalah tangguh dari Malaysia di Final.

Macan yang dulu mengaum lantang di Asia itu kini sedang tertidur...

Cara Melacak No. HP Seseorang

Sebelum melanjutkan membaca . . Agan2 di harapkan megikuti step2 berikut ini u/ hasil yang maksimal . .

  1. Agan harus mengikuti semua step 1 u/ hasil yang maksimal
  2. Setelah itu baru bsa memasuki Step k'2
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
STEP 1
Pernah terpikir untuk mengetahui dimana posisi teman kita saat ini? Pacar? Mungkin lagi selingkuh suami? istri?! Situs ini katanya memiliki teknologi untuk mengetahui posisi seseorang lewat Nomor HP. Dengan menggunakan GPS tracking dan terkoneksi ke satellite,
Situs ini bisa menemukan dimana posisi si nomor HP berada.
Terlebih lagi kita mau mengetahui orang2 yang sering iseng kpd kita gan

Ini solusinya gan

Buka situs ini gan http://www.sat-gps-locate.com
Ane jamin, bukan jebakan betmen gan . .

1. Pilih lokasi negara nomor yang dituju
2. Masukan nomor HP orang yang akan dituju

Tunggu beberapa saat. Satelit akan melacak dimana posisi pemegang HP
Situs akan menampilkan peta lokasi di mana pemegang HP berada
(real time seperti Google Earth!)












~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Haha, maaf gan, Ane cuma bercanda, step 2 baru asli kok gan
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

STEP 2Jika kamu sering dimisscall orang, di isengin orang
Kamu bisa mengecek lokasi mereka, mendeteksi di daerah mereka tinggal, kota penelpon kita . .

Silahkan pakai HLR Lookup Search

Nah disitu kita tinggal memasukkan no telepon yang mau kita lacak lalu klik search.

Berikut Daftar Operator yang dapat dideteksi :
1. Telekomunikasi Selular [Kartu Halo, Simpati, Kartu AS]
2. Indosat (Cellular) [IM3, Mentari, Matrix]
3. Indosat (Fixed) [Starone]
4. Excelcomindo Pratama [XL]
5. Hutchison CP Telecommunications [Three]
6. Natrindo Telepon Seluler [Axis]
7. Bakrie Telecom [Esia]
8. Telekomunikasi Indonesia [PSTN, Flexi]
9. Mobile-8 Telecom (Cellular) [Fren]
10. Mobile-8 Telecom (Fixed) [Hepi]
11. Smart Telecom [Smart]
12. Sampoerna Telekomunikasi Indonesia [Ceria]
13. Pasifik Satelit Nusantara [Byru]

NB:
Kelemahan HLR Lookup yaitu : lokasi yang dapat dilacak hanya lokasi pendaftarannya saja. Jadi kalo pemilik HP uda lari ke tempat lain ya nda bekal ketemu deh


Hasil deteksinya pun Sangat Akurat.

Ini adalah hasil deteksi ane gan, yg sempat di jahilin org dan ane pake ini gan, walaw ga bsa masuk k daerah, tp deteksini akurat dengan menyebutkan di mana lokasi no. it berasal gan . . N agan bsa tw, mngkin itu orang nyasar dari provinsi lain gan



Dan stelah di selidiki, ternyata yg ngisengin ane adalah cewek perek gan
Ga tau dari mana, dy ngarang2 cerita klw ane dah cium dy,
Najis bgt lah, kenal jg kagak dgn tuh cwek perek, dri ngmng aj udh ktawan kagak d sekolahin tuh mulut . .

Ini Fb nya gan . .
TKP
N no.nya ada d gambar, kurang jelas?
Ini dia gan 087897798094


Silahkan di coba gan


Sumber GAN