Monday 6 December 2010

BONEK

Bonek dah berubah ?

Aku sebagai fans berat PSIS, pernah "bentrok" ama Bonek, ... dulu sih.
Khabarnya Bonek udah banyak berubah.


Salute to Bonek, klo bener2 dah berubah.


Sejarah Bonek


Kami tak tahu, kapan kami mulai lahir......
Semuanya mengalir dan berjalan melintasi waktu
Dengan apa adanya......
Sampai saat inipun kami masih aktif mengorganisir
Diri kami dan menjalin. tali persahabatan.....
Dari masa ke masa...hingga era kini...
Kami selalu dihujat... di caci.....
Kami sudah kenyang dengan nasi vonis.....dengan
Lauk pauknya komdis..serta..piringnya Komding
Kami mohon ma’af..atas ulah adik-2 kecil kami
Yang selalu meresahkan selama ini...
juga peringatan bagi oknum-2 yang selama ini memanfaatkan
atas nama kami...slogan kami...
Keberingasan bukan semboyan kami
Apapun cerita kami diluar sana......
Apapun foto-foto kami diluar sana.....
Apapun Ulasan-2 kami diluar sana
Sangat bermanfaat bagi mereka-mereka yang
Menghujat kami..!
Kami tidak butuh...pembenaran...
Kami tidak butuh..alasan
Inilah kami.....para BONEK yang tetap exist..
SAMPAI KINI.....
Tak sebilah Pedangpun bisa melukai diriku..
Tak lelah dan tak akan habis keringat kami
memperbaiki citra BONEK...
sampai kapanpun kami akan terus bersama
bersatu memeperbaiki diri..
AYO BERSAMA KITA BANGUN NAMA BONEK
Dengan rasa Cinta dan Kebersamaan...........
Tak ada yang lain, selain dirimu..
Yang selalu kupuja...
Ku sebut namamu..
Disetiap hembusan nafasku
Ku sebut namamu...
Ku sebut namamu.

UNDER LICENCED BY B-FAZTER'S



TENTANG BONEK
Sepak bola merupakan salah satu cabang olahraga paling favorit dan digemari masyarakat di penjuru dunia.
Berbicara tentang sepakbola pasti tidak akan lepas dari yang namanya pendukung atau supporter. Di dunia kita telah mengenal nama–nama supporter fanatik club-club besar dunia, seperti Milanisti (AC Milan), Madridisti (Real Madrid), dll. Di Indonesia sendiri juga dikenal nama-nama supporter super fanatic, sebut saja Bonek (Persebaya), Viking (Persib), Brajamusti (PSIM), Panser Biru dan Snek ( PSIS ), dsb.

BONEK
Mendengar nama Bonek sebutan supporter kesebelasan kebanggaan arek-arek suroboyo yaitu Persebaya Surabaya, pasti tidak asing lagi di telinga para pecinta bola di tanah air, mungkin juga di dunia.
Bonek adalah gerombolan anak muda supporter sepak bola yang datang ke pertandingan sepak bola dengan modal nekat. Nama Bonek sendiri muncul ketika pada tahun 1988 Persebaya lolos ke final di istora senayan. Dengan menggunakan 110 bus dan dikoordinir oleh pak Dahlan Iskan yang pada waktu itu menjabat sebagai pemimpin redaksi harian Jawa Pos, bonek menyerbu Ibukota untuk memberikan dukungan pada tim kebanggannya Persebaya Surabaya. Sedangkan yang tidak terkoordinir datang menggunakan kereta api dengan membawa modal pas-pasan mereka tetap nekat datang ke Jakarta, karena kecintaannya pada Persebaya Surabaya. Berbicara bonek tidak saja berasal dari Surabaya, melainkan seluruh Jawa Timur pada umumnya, seperti Pandaan, Pasuruan, Mojokerto, dsb. Dengan modal pas-pasan serta kenekataanya itulah masyarakat menamakan pendukung Persebaya Surabaya dengan sebutan Bonek alias Bondo Nekat (modal nekat).

Sekarang ini Bonek telah mengalami perubahan yang sangat pesat, tepatnya 3 tahun yang lalu. Sebagai contoh adalah Bonek menerima dengan ramah supporter Persib Bandung yaitu Viking, dan supporter PSIS Semarang (Panser Biru), yang notabene keduanya pada tahun sebelumnya merupakan musuh bebuyutan Bonek. Sempat ada omongan dari teman-teman Viking, kala itu mereka berangkat ke Surabaya dengan perasaan tidak tenang dan mereka berjanji akan mencari pos polisi terdekat serta rumah sakit terdekat jika nantinya terjadi hal yang tidak diinginkan, akhirnya rasa takut dan cemas itu sirna melihat perlakuan yang sangat baik dari Bonek.

Untuk merubah citra negative yang telah melekat dalam diri Bonek tidaklah muda seperti kita membalikkan telapak tangan kita. Bonek sendiri ada dua yaitu Bonek Terkoordinir dan Bonek tidak terkoordinir atau biasa disebut Bonek Liar. Merubah citra Bonek telah berbagai cara dilakukan oleh YSS (Yayasan Suporter Surabaya), selaku wadah supporter Surabaya, saat ini YSS telah memiliki 6.000 anggota. Jumlah itu masih sedikit mengingat kapasitas stadion Gelora 10 November adalah 25.000. Bapak Wastomi Suhari mengemukakan “ merubah image Bonek yang terpenting adalah adanya peran serta masyarakat agar memandang Bonek tidak dari sisi negativenya saja, tetapi lihat juga sisi positifnya.

Sunday 7 November 2010

DOSA Nurdin Halid

Berikut yang tercatat dosa Nurdin Halid yang telah merusak sepakbola Indonesia :


1. Menggunakan politik uang saat bersaing menjadi Ketua Umum PSSI pada November 2003 dengan Soemaryoto dan Jacob Nuwawea.


2. Mengubah format kompetisi dari satu wilayah menjadi dua wilayah dengan memberikan promosi gratis kepada 10 tim yakni Persegi Gianyar, Persiba Balikpapan, Persmin Minahasa, Persekabpas Pasuruan, Persema, Persijap dan Petrokimia Putra, PSPS, Pelita Jaya, dan Deltras.


3. Terindikasi terjadinya jual beli trofi sejak musim 2003 lantaran juara yang tampil punya kepentingan politik karena ketua atau manajer klub yang bersangkutan akan bertarung di Pilkada.



4. Jebloknya prestasi timnas. Tiga kali gagal ke semifinal SEA Games yakni ntahun 2003, 2007, dan 2009. Tahun 2005 lolos ke semifinal, tapi PSSI ketika itu dipimpin Pjs Agusman Effendi (karena Nurdin Halid di balik jeruji penjara).


5. Membohongi FIFA dengan menggelar Munaslub di Makassar pada tahun 2008 untuk memperpanjang masa jabatannya.


6. Tak jelasnya laporan keuangan terutama dana Goal Project dari FIFA yang diberikan setiap tahunnya.


7. Banyak terjadi suap dan makelar pertandingan. Bahkan, banyak yang melibatkan petinggi PSSI seperti Kaharudinsyah dan Togar Manahan Nero.


8. Tak punya kekuatan untuk melobi Polisi sehingga sejumlah pertandingan sering tidak mendapatkan izin atau digelar tanpa penonton.


9. Satu-satunya Ketua Umum PSSI dalam sejarah yang memimpin organisasi dari balik jeruji besi.


10. Terlalu banyak intervensi terhadap keputusan-keputusan Komdis sebagai alat lobi untuk kepentingan pribadi dan menjaga posisinya sebagai Ketua Umum

Thursday 4 November 2010

Klasemen sementara Indonesian Super League 2010/2011

KLASEMEN LSI MUSIM 2010/11
P Tim M M S K Gol Nilai
1. Persipura 8 7 1 0 25-3 22
2. Arema 8 5 2 1 17-6 17
3. PSM 6 5 0 1 8-4 15
4. Persija 7 4 2 1 10-3 14
5. Semen Padang 6 4 1 1 10-6 13
6. PSPS 7 4 1 2 9-7 13
7. Sriwijaya FC 6 3 1 2 6-6 10
8. Persema 8 3 1 4 13-13 10
9. Deltras 8 3 1 4 10-11 10
10. Persiba 7 2 3 2 10-11 9
11. Persiwa 8 2 3 3 10-14 9
12. Persisam 6 2 1 3 7-10 7
13. Persela 8 1 3 4 4-10 6
14. Persib 6 1 1 4 8-12 4
15. Pelita Jaya 7 1 1 5 9-15 4
16. Persijap 6 1 1 4 5-11 4
17. Bontang FC 6 1 1 4 6-20 4
18. Persibo 6 0 2 4 4-9 2

Ket: Peringkat 1: Lolos ke Liga Champion Asia; 2: Lolos ke AFC Cup; 15: Play-off degradasi; 16-18: Degradasi

Pencetak Gol
11 gol - Boaz Solossa (Persipura)
6 gol - Zumafo Herman (PSPS)
5 gol - Bambang Pamungkas (Persija), M. Ridhuan (Arema)
4 gol - Edward Junior Wilson (Semen Padang), Noh Alam Shah (Arema), Seme Pierre (Persema), Cristiano Lopes (Deltras), Piere Njanka (Arema Indonesia)

Wednesday 3 November 2010

Perempuan Berjilbab Putih di Victoria Park

Bismillah ...

Victory park merupakan salah satu taman di kota Causeway bay-Hongkong. Disanalah tempat kebanyakan mbak-mbak pahlawan devisa berlibur, karna tempatnya yang luas dan tersedianya tempat-tempat yang melayani semua kebutuhan mereka untuk mengurus semua keperluan saat tinggal di Hongkong, dari bank, kantor Imigrasi, ampe warteg juga ada disana :-D. Saking lengkapnya kota Causeway bay ini, maka jangan heran kalau pas hari minggu atau tanggal merah kota yang sebenarnya indah ini berubah menjadi pasar murah dadakan saking banyaknya yang sowan :-D. Bayangkan aja untuk jalan 3 M aja btuh waktu berapa puluh menit karna jalannya berdesakan, Hem, untuk yang hoby pake sendal japit siap-siap aja lecet karna jadi bola tendang (pengalaman pribadi ne :-D). Yah, seperti itulah kira-kira situasi Vìctory park dihari libur.



Tapi bukan itu yang menggerakkan jari-jariku diatas keybord, Ini kisah perempuan berjilbab putih Dengan pakaian yang sederhana tapi insyaalloh sudah menutup semua aurotnya. Dengan santun dia mengajak orang-orang yang dihampirinya untuk menyedekahkan sedikit rizky untuk sodara" kaum dhuafa, Seperti melihat malaikat mengajak manusia ke jalan syurga gitu ^__^.



Seperti firman Nya dalam surah Al-baqoroh 254 yang artinya “Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari ketika tidak ada jual beli, tidak ada lagi persahabatan dan tidak ada lagi syafaat. Orang" kafir itulah yang zalim”. (Al-baqoroh:254) Pastinya para sahabat mengerti banget kan akan hari itu, harì kiamat yang pasti akan terjadi !!!



Tapi sayangnya enggak semuanya memperdulikan kehadirannya. Terasa berat hati sebagian dari mereka tuk merelakan beberapa dollar. Seandainya saja mereka tau bahwa dengan beberapa dollar yang mereka ikhlaskan dapat menolong yang lain, seandainya mereka tahu bahwa hal kecil juga bisa mendatangkan Rahmad Nya, Seandainya mereka juga mengerti firman Alloh yang artinya, “Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya dijalan Alloh seperti sebutir biji yang menumbuhkan 7tangkai, pada tiap tangkai ada seratus biji. Alloh melipat gandakan bgi siapa yang Dia Kehendaki, dan Alloh Maha Luas, Maha mengetahui” (Al-baqoroh 261). Subhanalloh … sedikit yang kita berikan tapi dilipatgandakan apa yang akan kita peroleh nanti menurut kehendak NYa. "Maka nikmat TUhanmu manakah yang engkau dustakan" (Ar-Rahman 13) Seandainya mereka tahu, munkin mereka tahu tapi gak mau tahu. Astagfirulloh hal adzim ...



Padahal bukan jadi persoalan untuk mereka jika harus menghabiskan ribuan dollar hanya untuk mengejar pakaian model terbaru, makan direstoran yang mewah, untuk hura-hura ataupun keluar masuk salon hanya untuk ganti style rambut.



Tapi syukur alhamdulillah diantara yang aku sebutkan tadi, masih ada yang tergerak hatinya untuk menyelipkan lembaran ataupun recehan ke dalam kotak amal tersebut. Dengan penuh kekusyukan perempuan berjilbab putih itu memanjatkan selaksa doa untuk sang dermawan . Berharap apa yang diinfakkan akan bermanfaat dan mendatangkan berkah dunia dan akhirat. Tak lupa dia melemparkan senyumnya yang terlihat manis dìwajahnya meski sang wajah terlihat kusam karna debu saat dijalan, Wajah yang peluh oleh keringat karna berjalan dibawah terik matahari dimusim panas, kadang terlihat pias oleh sang angin dimusim dingin yang menggigil. Tapi senyum itu tak pernah pudar. Senyum yang dimiliki oleh hati yang hanya mengharap ILLahi. Dan rasa trimakasih yang tulus dia haturkan sebelum pamit untuk melangkah lagi. 





Perempuan berjilbab putih, semoga Alloh membalas semua kebaikanmu,

Biarlah keringat itu menetes berharap seperti itu pula menetes dosa-dosamu,

Biarlah jilbabmu panjang yang membuatmu gerah dimusim panas berharap nanti jadi tirai akan panasnya api neraka, ßiarlah lelah kakimu berjalan berharap diakhirat nanti dimudahkan untukmu saat meniti jembatan, Bukankah Alloh tak kan menyia nyiakan kebaikan meski sebesar zarrah … ???



Sahabatku, Jangan boros hanya untuk keperluan duniamu tapi jangan kikir untuk bekal akhiratmu.



"Dan perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya untuk mencari ridho Alloh dan untuk memperteguh jiwa mereka, seperti buah kebun yang terletak didataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buah buahan 2 x lipat. JIka hujan lebat tidak menyiraminya, maka embun (pun memadai). Alloh Maha Melihat apa yang kamu kerjakan" (Al-Baqoroh 265)





Munkin apa yang kamu miliki adalah hasil jerih payahmu, tapi bukankah sebagian darinya juga hak mereka ... ??? mereka yang tidak lbih beruntung dari kita karna tidak punya orang tua bahkan tidak tau sapa orang tuanya, mereka yang terlantar, yang mengamen untuk mendapatkan sesuap makan, mereka yang sekarang ini dalam musibah bencana, yang menderita bukan cuma badan tapi hatinya juga, mereka yang terampas hak haknya oleh manusia" yang gila akan harta, Tak kah tergerak hatimu untuk menolong mereka ???

Meringankan bebannya meski cuma kepingan dollar saja ???

Gimana seandainya diantara mereka itu adalah keluarga kita juga ???





Pertanyaan itulah yang menggerakkan hati perempuan berjilbab putih untuk terus berjalan dan berjuang ....



"Semoga hatimu putih bahkan lebih putih dari jilbabmu"

Tuesday 26 October 2010

Bonek Bukan Pendendam

Bonek Bukan Pendendam
Ada yang menarik dari www.bonex-cyber.web.id. Situs ini menyajikan jajak pendapat tentang kemungkinan apakah Bonek bisa berdamai dengan The Jak? Beberapa persen menjawab tidak mungkin atau sulit. Namun sebagian besar menjawab mungkin.

Saya pribadi, dengan mengacu sejarah Bonek dan suporter sepakbola Indonesia, berani mengatakan ITU SANGAT MUNGKIN TERJADI.

Dalam peta sepakbola Indonesia, sebenarnya rivalitas tradisional kesebelasan antar kota ada enam: Surabaya – Bandung – Semarang – Medan - Makassar – Jakarta. Rivalitas ini tentu saja diiringi dengan rivalitas pendukung. Namun, khusus untuk rivalitas pendukung, sejarah panjang sepakbola Indonesia hanya mencatat lima kota, yakni Surabaya – Bandung – Semarang – Medan – Makassar.

Sepakbola di empat kota ini sangat berurat dan berakar. Surabaya punya Persebaya dan Niac Mitra, Bandung punya Persib dan Bandung Raya, Semarang punya PSIS, Medan punya PSMS dan Medan Jaya, Makassar punya PSM dan Makassar Utama.

Jakarta, kendati punya Persija dan Pelita Jaya, dukungan suporter masih minim. Kota ini terlalu heterogen. Setiap kali Persija bertanding dengan salah satu kesebelasan dari empat kota lainnya, maka bisa dipastikan Senayan bukan milik mereka.

Rivalitas antar kesebelasan di tahun 1970 – 1980 hingga 1990-an ini begitu kental. Suporter sepakbola Surabaya tentu masih ingat bagaimana mereka tak pernah akur dengan bobotoh Bandung. Arek Suroboyo juga tak akur dengan Semarang. Setiap kali lewat Semarang saat hendak ke Jakarta, kereta api akan dilempari.

Bahkan dengan suporter PSIM Jogjakarta sempat terjadi keributan, dan mengakibatkan meninggalnya Suhermansyah, seorang pecinta Persebaya. Ini catatan hitam yang jangan sampai terulang lagi.

Dengan catatan begitu buruk, tak heran jika ada keraguan, bisakah suporter berakur-akur ria? Ketidakpercayaan suporter bisa saling akur bahkan membuat final Ligina V antara Persebaya dengan PSIS dipindahkan ke Manado.

Tahun berganti. Generasi suporter berganti. Keraguan itu terjawab sudah. Hari ini, Bonek Surabaya bisa bergandeng tangan dengan bobotoh Bandung. Bonek juga bisa berdampingan dengan suporter Semarang.

Terakhir, bahkan ada kabar gembira, bahwa suporter Makassar pun sempat berjabat tangan saat pertandingan Persebaya versus PSM di Tambaksari. Pertandingan berjalan damai. Di Jogja pun, Brajamusti bergandengan dengan Bonek.

Fenomena ini tentu sangat menggembirakan. Inilah yang diharapkan kita semua. Maka, janganlah heran jika saya bisa menyatakan BONEK SANGAT MUNGKIN BERDAMAI DENGAN THE JAK.

Apalagi secara tradisional sebenarnya Jakarta tak punya sejarah panjang dalam dunia suporter sepakbola sehingga harus bermusuhan dengan Bonek. Dengan Bandung dan Semarang yang musuh bebuyutan saja Bonek bisa berdamai, mengapa dengan Jakarta tidak? Kuncinya KEBESARAN HATI DUA PIHAK.

Dan sinyal positif muncul saat pertandingan antara Deltras dengan Persija. The Jak disambut hangat oleh Bonek dan Deltamania. Di situs bonek.org sambutan hangat itu muncul pula.

Bahkan, boleh saya nilai, hari ini, The Jak, Viking, Persikmania, Deltamania, suporter Semarang, dan suporter Medan adalah suporter yang santun saat mengisi guest book www.bonek.org. Mereka tidak provokatif dan cenderung bersahabat kendati diprovokasi pihak lain yang tak senang.

Bonek boleh saja disisihkan dalam acara kumpul-kumpul antar suporter. NAMUN FAKTANYA, TIDAK DIBUTUHKAN KUMPUL-KUMPUL SEHINGGA BONEK BISA BERDAMAI DENGAN SUPORTER LAIN.

Bagaimana dengan Aremania? Apakah Aremania musuh Bonek? Hmm, dalam sejarah sepakbola, Malang tak punya sejarah panjang, apalagi untuk urusan suporter sepakbola. Arema baru muncul tahun 1987, Persema baru awal 1990-an muncul.Arema juara saja baru tahun 1990-an.

Jadi, saya kira, Bonek sebenarnya sejak dulu tidak pernah memperhitungkan Malang dalam urusan suporter. Tidak ada alasan bagi Bonek memulai permusuhan dengan Malang. Ketemu dengan kesebelasan Malang di final saja tidak pernah.

Loh, kok sekarang Bonek dianggap bermusuhan dengan Aremania? Kalau untuk yang satu ini, mungkin lebih baik tidak bertanya kepada Bonek. Anda keliru bertanya pada Bonek.

Loh, kok keliru? Jelas saja keliru, karena BONEK SUDAH MEMBUKTIKAN DIRI BISA MENERIMA AREMANIA DI GELORA TAHUN 1997, meski tahun 1990-an ada pemain Persebaya bernama Nurkiman yang diketapel oknum suporter saat bermain di Malang hingga cacat.

Saat itu, tahun 1997, di gelora Tambaksari, Aremania bisa bernyanyi-nyanyi, joget kanan-kiri.

Pujian datang dari mana-mana terhadap kebesaran hati Bonek ini, kendati selanjutnya Bonek tak bisa datang ke Malang dan hari-hari ini malah diprovokasi dengan sebutan Bodoh dan Nekat oleh oknum yang mengaku-aku Aremania (semoga saja memang oknum seperti yang didengung-dengungkan jika ada kerusuhan).

Lagipula, kenapa soal permusuhan dengan Aremania, anda mesti tanya ke Bonek? Cobalah tanya ke akar rumput Sakera Pasuruan dan Persikmania kenapa mereka belum bisa berdamai dengan Aremania. Mungkin sekali waktu, anda lebih baik bertanya kepada mereka.

BONEK SUDAH MEMBUKTIKAN DIRI BUKAN PENDENDAM dan tidak ingin memprovokasi siapapun. Maka, tanggal 30 Desember 2007, saya berharap kedewasaan Bonek tetap ditunjukkan. Bonek musim ini harus lebih baik.

HATI-HATI, JANGAN SAMPAI TERPROVOKASI UNTUK ANARKIS.

TINGGAL SATU PERTANDINGAN, REK!

CIPTAKAN KEDAMAIAN.

Ada baiknya jika media massa mengingatkan momen di mana Aremania bisa diterima dengan damai di Gelora 10 November, daripada mengingat-ingat peristiwa *** Semper. ITU LEBIH MENYEJUKKAN, KAWAN!

Bonek tidak ingin gelar suporter terbaik. Menjadi lebih baik itu sudah cukup. Gelar suporter terbaik dari media massa? Silakan saja dibungkus dan diambil kalau memang Anda doyan. Di Gelora Tambaksari masih banyak kok yang jualan lumpia empuk dan maknyus, yang lebih enak dimakan dan mengenyangkan.

NB: Siapapun boleh tidak setuju dengan artikel ini. Namun, jika Anda hanya ingin menjawab artikel ini dengan provokasi, caci maki dan tanpa argumentasi historis yang panjang dan dingin, akan percuma saja. Provokasi dan caci maki terlalu murah untuk ditanggapi dan hanya bikin capek. Terima kasih. Salam damai untuk semua suporter Indonesia.

Saturday 16 October 2010

hemmm....

Minggu, 24 Januari 2010 10:50:21 WIB
Reporter : Oryza A. Wirawan


Surabaya (beritajatim.com) - Saya adalah orang yang paling sedih sekaligus senang, ketika ribuan Bonek melakukan tret-tet-tet ke Bandung, untuk menyaksikan laga Persib melawan persebaya, Sabtu (23/1/2010) malam. Bagi saya peristiwa ini mengandung hikmah penting.

Saya sedih, karena sebagian Bonek masih berperilaku brutal. Apapun alasannya, melakukan aksi kerusuhan di Solo tidak bisa dibenarkan. Aksi kerusuhan hanya menodai upaya keras Bonek untuk mengubah citranya yang negatif selama ini. Saya berharapa aparat keamanan bisa bertindak lebih tegas terhadap Bonek yang melakukan kerusuhan. Akibat mereka yang melakukan kerusuhan, citra Bonek yang mulai membaik kembali terluka. Oleh sebab itu, saya gembira, ketika kepolisian menangkap 19 Bonek yang melakukan aksi penjarahan. Hukuman berat harus diberikan kepada pelanggar hukum, tanpa pandang bulu.

Syukurlah, Bonek seperti 'membayar' perilaku negatifnya di Solo dengan tidak melakukan kerusuhan di Bandung. Kendati Persebaya kalah dari Persib, Bonek tidak melakukan kerusuhan dan bahkan berbaur dengan puluhan ribu suporter Persib. Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf pun tampak menyaksikan pertandingan itu dengan penuh senyum. Tidak ada kecemasan.

Di lain pihak, saya gembira Bonek ke Bandung, karena ini merupakan bentuk perlawanan awal terhadap PSSI dalam bentuk nyata. Sebagaimana kita ketahui, PSSI melalui Komisi Disiplin telah menjatuhkan sejumlah sanksi yang cenderung tak adil terhadap sejumlah klub, terutama klub-klub Jawa Timur.

Simak saja: Persela dan Persebaya dihukum karena nyanyian suporter yang dinilai rasis. Tak jelas, apakah PSSI sudah mempelajari arti kata rasisme dan bisa membedakannya dengan provokasi. Derajat rasisme dan provokasi jelas jauh berbeda. Saya menolak keras lagu-lagu provokatif di stadion. Namun tak adil jika kemudian kita mengatakan lagu-lagu itu sebagai bentuk rasisme.

Di lain pihak, PSSI tak menjatuhkan sanksi kepada suporter Persija Jakarta yang juga menyanyikan lagu rasis (menurut kosakata versi PSSI), saat pertandingan melawan Persebaya di Senayan beberapa waktu lalu. Bahkan, masih kuat dalam ingatan kita, dalam perhelatan semifinal Copa Indonesia 2007, suporter Persija mendapat gelar suporter terbaik, kendati sempat melakukan kerusuhan saat semifinal.��

Arema dihukum satu kali pertandingan tanpa penonton plus denda karena suporter yang meluber ke sentelban, saat melawan Persema. Padahal, tidak ada keributan dalam pertandingan itu. Persikad Depok terpaksa harus turun kasta, karena gagal menggelar dua kali pertandingan kandang. Sementara itu, Persija Jakarta yang tak bisa melaksanakan pertandingan kandang saat melawan Persebaya mendapat bantuan dari Badan Liga Indonesia. Gagal menggelar pertandingan melawan Persitara Jakarta Utara, Persija mendapat dispensasi penundaan dan bukannya sanksi sebagaimana dialami Persikad Depok.

Dari beberapa fakta di atas, sudah terang benderang betapa pedang keadilan Komisi Disiplin PSSI mengayun ke arah tertentu saja. Terakhir, di Jawa Pos Minggu (24/1/2010), petinggi PSSI sudah siap memberikan sanksi tambahan kepada Persebaya karena kenekatan Bonek melanggar larangan away selama dua tahun. Petinggi PSSI juga 'meremehkan' upaya banding Arema kepada Ketua Umum PSSI Nurdin Halid.

Dengan sekian ketidakadilan itu, maka PSSI sebenarnya sudah menggali lubang kuburnya sendiri. Selama ini, PSSI memperlakukan klub tak ubahnya sapi perahan dengan memberlakukan denda uang dalam jumlah besar, setiap kali ada kesalahan. Namun PSSI tak pernah mampu memberikan solusi tuntas terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi klub. PSSI bersikap ambigu terhadap persoalan yang dihadapi klub. PSSI menggembar-gemborkan kompetisi profesional, namun tak mempersiapkan perangkat lunak maupun keras dengan baik. Persoalan klasik klub seperti pendanaan dan suporter seolah dibiarkan menjadi persoalan klub sendiri.

Itikad baik klub maupun suporter mematuhi PSSI betapapun muaknya tidak dihargai. Sebut saja: tidak ada apresiasi positif terhadap Arema dan Aremania yang sudah bersabar menjalani dua tahun hukuman tanpa atribut. Apresiasi PSSI justru 'membunuh' Arema dengan jalan melarang satu kali pertandingan tanpa penonton, pasca luberan penonton ke sentelban saat Arema versus Persema.

Sanksi terhadap Persela dan Persebaya sebesar Rp 250 juta jelas juga membunuh. Dengan penggunaan APBD yang terbatas, praktis Persela maupun Persebaya mengandalkan tiket masuk penonton untuk menghidupi klub sebagaimana Arema. Persebaya lebih beruntung, karena mendapat pasokan sponsor dari perusahaan biskuit walau tak sangat besar. Denda Rp 250 juta yang setara dengan pendapatan satu kali laga sama saja dengan usaha pembangkrutan klub.

Jika selama ini kepatuhan terhadap PSSI ternyata tidak mendapat apresiasi, tak ada jalan lain untuk melakukan perlawanan selain pembangkangan. Pembangkangan merupakan upaya delegitimasi terhadap PSSI sebagai organisasi sepakbola nasiona yang tak beres bekerja.

Selama ini sudah banyak pihak yang berteriak menuntut agar PSSI dirombak total. Bahkan Aremania menjadi kelompok suporter pertama yang berani menyuarakan revolusi terhadap PSSI. Bahkan Aremania menggalang sejumlah suporter untuk berunjukrasa. Namun teriakan revolusi dan tuntutan perombakan seperti menyapu angin, karena semua elemen klub tak ada yang berani melawan.

Maka, apa yang dilakukan Bonek dengan tetap berangkat ke Bandung, kendati sudah dihukum dua tahun tak boleh ikut mendampingi pertandingan tandang Persebaya, merupakan bentuk lanjutan nyata dari revolusi terhadap PSSI. Jika Aremania menjadi pelopor seruan revolusi, maka Bonek menjadi pelopor pembangkangan terhadap PSSI.

Saya sempat berdiskusi dengan salah satu Bonek, ketika PSSI menjatuhkan sanksi larangan away dua tahun. Ia dengan enteng mengatakan, "Buat apa menuruti PSSI yang tidak jelas."

PSSI menjatuhkan sanksi keras terhadap Persebaya. Dan Bonek menjawab dengan tak kalah keras pula: 5.000 suporter berangkat ke Bandung. Keberangkatan para Bonek ini menjadi sinyal awal bahwa PSSI sudah tak perlu lagi dipatuhi. Tak ada lagi yang patut dibanggakan terhadap PSSI: prestasi tak jelas, tak adil pula. Pembangkangan Bonek terhadap PSSI ini sebenarnya suatu ironi, mengingat PSSI juga membangkang terhadap FIFA dengan tetap menjadikan Nurdin Halid sebagai ketua umum. Jadi ini cerita 'sang pembangkang' akhirnya 'dibangkang'.

Sayang, perlawanan Bonek terhadap PSSI ini ternoda oleh ulah sebagian Bonek sendiri yang melakukan kerusuhan di Solo. Saya membayangkan, seandainya keberangkatan Bonek ke Bandung berjalan dengan damai, tentu semakin sempurnalah upaya delegitimasi terhadap PSSI. Ke depan, saya tak henti berharap seluruh elemen Bonek tetap berupaya membenahi diri. Sulit memang menghentikan ulah para perusuh yang memanfaatkan nama besar Bonek. Saya kira, mulai saat ini, Bonek yang terorganisasi harus bekerjasama dengan kepolisian dalam melakukan pembinaan, dengan jalan memberikan dukungan kepada aparat untuk menindak tegas para perusuh yang memakain nama Bonek. Dengan demikian para Bonek yang tidak berbuat anarkis bisa terhindar dari cap negatif.

Terakhir, saya tidak tahu sanksi apa yang bakal dijatuhkan PSSI terhadap Persebaya karena perlawanan Bonek itu. Hinca Panjaitan di Jawa Pos (24/1/2010) meminta klub bersiap-siap menanggung dosa suporter. Pertanyaannya: siapakah yang akan menanggung dosa PSSI selama ini? Dosa akibat pembangkangan terhadap FIFA dan dosa lainnya berupa paceklik prestasi tiada akhir, siapa yang bakal menanggung?
Yang terang, saya melihat, kebangkitan sepakbola Indonesia akan berawal dari Jawa TimUR.

KATANYA...

Dalam beberapa dekade terakhir, sudah menjadi keputusan yang lumrah dikeluarkan petugas keamanan dalam hal ini polisi untuk memblokade gelombang suporter sepakbola saat terjadi pertandingan super big match di Indonesia, khususnya suporter tim tamu.

Alasannya, untuk menjaga ketertiban, kelancaran dan keamanan pertandingan atau kota. Misalnya saja pertandingan Arema Vs Persebaya, Persebaya Vs Persela, Persija Vs Persib Bandung serta beberapa pertandingan penuh gengsi lainnya yang berlatar belakang kurang mengenakan bagi suporter kedua tim.

Sudah jelas, pada partai-partai tersebut, suporter tim tamu akan mendapat himbauan keras agar tidak hadir di kota tim tuan rumah, apalagi sampai di stadion. Kalau tidak, jelas akan rawan aksi brutal atau anarkis yang sulit dikendalikan pihak keamanan. Apalagi, budaya dan tingkat kedewasaan suporter Indonesia terbilang masih sangat rendah dalam menerima hasil pertandingan yang berakhir pahit.

Tapi saya heran, pada beberapa pertandingan-pertandingan big match lainnya yang juga mempertemukan dua tim kuat, dengan dukungan suporter kedua tim yang juga terkenal fanatik, masih ada yang bisa happy ending alias lancar, tertib, damai bahkan jauh dari kesan anarkis.

Misalnya saja pertandingan Arema melawan Persela Lamongan, Arema melawan Persija dan Persebaya melawan Persik Kediri. Meski berlangsung keras, toh pertandingan tersebut bisa berjalan lancar tanpa ada kendala yang berarti. Bahkan, suporter kedua tim juga tampak damai, saling berangkulan di dalam stadion dalam mendukung tim kesayangannya.

Nah, hanya suporter yang memiliki tingkat kedewasaan tinggi saja yang ingin merubah budaya benci menjadi kedamaian. Dan saya lihat, sebenarnya semua suporter memiliki potensi itu. Potensi merubah budaya kebencian menjadi perdamaian.

Sebab sampai saat ini, pendukung Persebaya alias Bonek yang terkenal keras, bersama pendukung Persib alias Viking, Persekabpas alias Sakeramania dan Persikmania (pendukung Persik Kediri), masih tetap harmonis dan terjaga. Begitu juga Aremania bersama The Jak, LA Mania.

Memang, awal kebencian beberapa suporter dipicu akibat sejarah kelam kedua tim saat bertanding away sehingga berkesinambungan di laga-laga selanjutnya. Perlakuan yang kurang memiliki kesan damai, baik kepada tim maupun suporter, menjadi faktor aksi balas dendam.

Tapi kalau boleh jujur, saya juga sependapat dalam tulisan tentang "Ini Resep Mendamaikan Suporter Jatim" oleh Oryza A. Wirawan pada tanggal 4 Januari lalu bahwa tidak ada manfaat lebih bagi daerah masing-masing dari perseteruan suporter jika kebanggaan itu berakhir dengan sifat yang destruktif.

Malahan, dalam hal ini klub sudah pasti akan merasa dirugikan akibat sanksi. Akibatnya, klub akan mengeluarkan anggaran lebih untuk membayar denda. Belum lagi, klub juga akan dikenai denda larangan main di kandang sendiri di laga selanjutnya atau bermain tanpa penonton. Tentunya, selain mengeluarkan biaya lebih, klub juga terancam tidak akan mendapat pemasukan dari hasil penjualan tiket penonton.

Nah, berkaca dari itu semua. Saya yakin, dari dalam hati semua suporter Indonesia yang paling dalam, juga memiliki cita-cita perdamaian, menghentikan perselisihan dengan melupakan sejarah kelam.

Dan untuk membuka lembaran baru sejarah perjalanan suporter Indonesia itu, momen yang paling tepat adalah pada laga super big match antara Persebaya melawan Arema Malang pada Sabtu (16/1/2010) lusa di Stadion Gelora 10 November.

Perdamaian kedua suporter yang terkenal tak akur selama ini, pantas menjadi tonggak kebangkitan suporter Indonesia. Bahkan, cukup layak menjadi catatan tinta emas sejarah sepakbola Indonesia. Dan dari kebangkitan ini, Insya Allah kedatangan suporter untuk mendampingi tim kesayangannya ke daerah lain, kedepan tidak akan diharamkan lagi.

Memang, mengkoordinir puluhan ribu massa tidak bisa seperti membalik telapak tangan. Apalagi di tingkat elemen terbawah yang memang sulit dikendalikan. Dan kali ini, saya ingin mengambil contoh dari apa yang sudah dilakukan beberapa suporter yang hingga kini masih bersahabat dan harmonis tanpa mengurangi kaidah-kaidah dalam tulisan "Ini Resep Mendamaikan Suporter Jatim".

Ya, pada dasarnya. Bentuk silaturahmi dan perjamuan antar suporter menurut saya bisa melebur kebencian menjadi persaudaraan. Kita ambil contoh saja, ketika Bonek ke Bandung, mereka juga mendapat sambutan luar biasa dari suporter Bandung alias Viking, meski lawan yang dihadapi bukan tim kebanggaannya. Mulai lokasi menginap dan konsumsi juga disediakan selama mereka di Bandung. Dan itu juga terjadi sebaliknya saat Viking berada di Surabaya.

Nah, kalau bisa meniru hal itu, tidak mustahil pada laga Persebaya melawan Arema, Aremania bisa hadir di Gelora 10 November ataupun sebaliknya Bonek di Kanjuruhan.

Teknisnya pada langkah awal, kuota suporter yang hadir juga tidak boleh lebih dari 100 orang, mengingat kapasitas stadion dengan fanatisme penonton. Lalu, budaya menyambut kedatangan suporter yang telah terkoordinir hingga penjamuan di markas suporter tim tuan rumah bisa menjadi tradisi baru demi rasa persaudaraan.

Selain itu, hal ini juga bisa memberi kesan segan bagi suporter tamu jika mereka hendak berbuat ulah. Bahkan, ini juga melatih suporter mana pun agar selalu terkoordinir.

Kalaupun ada suporter yang tidak terkoordinir datang, sesuai kesepakatan, tidak akan ada jaminan keamanan bagi suporter yang dianggap liar. Bahkan, soal hal ini petugas keamanan bisa memulangkan jika terbukti bukan diantara 100 orang suporter seperti dalam kuota.

Nah, saya menyarankan, Bonek yang dulu terkenal dengan Bondo Nekat kini berganti Bondo dan Nekat, pantas disebut sebagai pelopor misi perdamaian ini jika bisa memberikan sambutan kepada Aremania yang ingin datang ke Surabaya dalam laga super big match nanti.

Tidak ada salahnya Bonek mengubur sejarah kelam demi meraih simpati saat akan datang ke Malang nanti pada laga away Persebaya. Mulai penyambutan sejak perbatasan masuk Kota Surabaya, penjamuan di markas Bonek hingga keberangkatan secara bersama-sama ke stadion akan menjadi pertunjukkan yang layak mendapat acungan empat jempol.

Di dalam stadion, selain hijau, juga ada biru. Nyanyian suporter pun saling sahut menyahut, tanpa ada unsur provokatif. Dan ini tentu saja tidak untuk Bonek saja, tapi saat Persebaya tandang ke Malang, Aremania juga wajib melakukan hal serupa. Istilahnya, bertamu harus ijin tuan rumah. Sebaliknya, sebagai tuan rumah, layak memberikan jamuan yang sepantasnya. Apalagi, dari segi geografis, Bonek dan Aremania adalah sama-sama suporter Jatim.

FIFA selalu mengkampanyekan sikap respect alias menghargai dalam setiap even dan pertandingan. Jadi, tidak ada salahnya kita juga bisa menghargai satu sama lain, khususnya sesama suporter.

Saya bukan Bonek dan saya juga bukan Aremania, tapi saya ingin melihat dua suporter paling fanatik di Indonesia ini bisa berdamai, duduk bersama dan menghijau-birukan stadion. Begitu juga dengan suporter lain, Aremania dan Sakeramania bersatu, Aremania dan Persikmania bersatu, Aremania dan Viking bersatu, Bonek dan LA mania bersatu, Bonek dan The Jak bersatu serta Viking dan The Jak bersatu.

Bahkan saya yakin, perdamaian Bonek dan Aremania dalam arti sesungguhnya, akan menjadi panutan suporter lain yang butuh banyak belajar dari Bonek dan Aremania. Damailah suporter Indonesia!.

Monday 4 October 2010

Pesan AREMANIA - Bukan FITNAH

Kehancuran persebaya/bonek kemenangan Aremania


Salam satu jiwa, salam damai supporter Indonesia (kecuali bonek "yang merampok
pedagang kecil di stasiun Tegal, tanpa dihukum oleh Polisi").

Saya hanya mengingatkan:

Perjuangan Arek Malang dari tahun 1970 (era perseteruan perebaya dan Malang) an
sebelum lahir Aremania hingga 1995 hingga populer dgn nama menjadi Aremania
ternyata baru berhasil tahun ini (2002) dengan hancurnya persebaya (setelah
bercokol 75 tahun di Liga utama Indonesia) hancur pula bonek. Namun perlu
diwaspadai, bonek akan lahir dengan berbaju lain (bisa merah atau kuning, ungu).
Awas hati-hati dengan bahaya laten bonek !!! jangan lengah Aremania dan
supporter cinta damai di Indonesia.

Arema telah kehilangan banyak darah, nyawa, harta benda guna melawan kebiadaban
bonek (supporter yg paling sadis yg bernah saya temui), dari awal tanpa dukungan
supporter manapun di Indonesia hingga akhir2 ini banyak orang baru sadar bahwa
apa yg dilakukan Aremania dijalan yang benar, ini terbukti bonek semakin banyak
dibenci dari ujung jawa barat vs jawa timur, hingga populatiasnya semakin hancur
baik di jatim atau di indonesia.

Perjuangan Aremania dengan moto FOOTBALL WITHOUT VIOLENCE, FRIENDSHIP WITHOUT
FRONTIERS sejak 1995 (diawali dengan tour ke Cimahi 31 Mei), harus terus
dilakukan baik di group barat maupun timur. Perjuangan dibuktikan dengan
perlakuan baik dilapangan maupun kehidupan sehari-hari, tidak hanya ditulisan
ataupun skripsi yang bisa membuat mahasiswa unair lulus cumlaude. Ingat
perjuangan Aremania belum selesai, sebab saat ini masih timbul kericuhan antar
supporter di Jawa Timur.

TULISAN BERIKUTNYA SEJARAH PERSETERUAN surabaya VS MALANG SEJAK JAMAN KERAJAAN
HINGGA 2002:

* SEJAK JAMAN KERAJAAN (KEN AROK, SINGO SARI vs AIRLANGGA surabaya),

* JAMAN PERJUANGAN 1927-1935,

* PERGERAKAN 10 NOVEMBER 1945,

* PERSEBAYA VS PERSEMA RUSUH 1967,

* PERSEMA VS PERSEBAYA RUSUH 1968,

* KERUSUHAN MALANG VS surabaya 1970 - 1978

*PERSEGRES GRESIK DIBANTU SUPPORTER surabaya VS PERSEMA RUSUH 1980-1983,

* SOEHARTO PRESIDEN RI. "KALAU SEPAK BOLA BIKIN PERSATUAN HANCUR LEBIH BAIK
TIDAK USAH" MENYIKAPI PERANG BADAR ANTARA AREK MALANG VS surabaya. 1984

*AREMA MENGUASAI 10 NOV. DAN DI STASIUN GUBENG DI surabaya 1992 saat semifinal
Galatama,

* AREMA DICEGAT bonek di jalan menuju gresik 1993-1994

*AREMA VS BONEK BENTROK DI STASIUN SENIN 1996

* AREMA MENGUASAI TAMBAK SARI AWAL MEI 1995. (DISEBARKANNYA VIRUS POSITIF KE
BONEK, NAMUN TIDAK DIRESPON)

* AREMA VS BONEK MENYARU DELTAMANIA DI SIDOARJO 2000, TRAGEDI BEDARAH SIDOARJO

*KEHANCURAN BONEK 2002.

Selamat tinggal bonek, selamat datang supporter cinta damai/sportif.

SELAMAT JALAN persebaya YANG MENUJU JURANG DEGRADASI SEMOGA TUHAN MENGAMPUNI
DOSA2 bonek

Harie

<<>>>>

Media Indonesia, Senin, 15 April 2002
Partai GPD-Persijatim Ricuh


(edit artikel)
Sementara itu, kericuhan kembali mewarnai pertandingan
Gelora Putra Delta (GPD) Sidoarjo lawan Persijatim
Solo yang berkesudahan 3-2, kemarin. Akibat kerusuhan
itu, pertandingan terpaksa dihentikan pada menit 72
meski akhirnya bisa dilanjutkan.

Sejak awal situasi memang memanas. Suporter Pasopati
dan Deltamania, terlibat perang mulut dan saling
lempar botol minuman. Kericuhan pun memuncak ketika
Manuel Babouaken mencetak gol menit 68 lewat tendangan
penalti. Suporter kembali saling lempar, yang kemudian
menjalar ke mana-mana. Bahkan, bentrokan berubah
menjadi antara penonton dan petugas yang berusaha
meredakan kericuhan.

Kemarahan petugas memuncak dengan melepaskan tembakan
peringatan. Penonton pun turun dari tribun menuju ke
tengah lapangan untuk menyelamatkan diri. Karena
lapangan dipenuhi suporter, pertandingan terpaksa
dihentikan.

Rivalitas Malang dan Surabaya

Rivalitas Malang Surabaya
Berbicara masalah persaingan dan rivalitas dua elemen suporter di Jawa Timur ini, maka kita tidak dapat mengesampingkan sejarah dan kultur sosial masyarakat masing-masing kota. Malang yang secara demografis adalah sebuah kota yang ada di pinggiran gunung, dimana pembangunan-pembangunan yang dilakukan sejak pemerintahan kolonial Hindia Belanda hingga zaman Orde Baru membawa kemajuan yang sangat pesat bagi kota ini. Kemajuan yang membuat masyarakatnya merasa mampu untuk menyaingi kota metropolitin sekelas Surabaya. Surabaya yang selalu dianggap ‘number one’ dalam berbagai kondisi membuat masyarakat Malang tidak terima dan menganggap arek Suroboyo adalah saingan utama mereka. Dalam tataran propinsi misalnya, dimana Malang merupakan kota kedua setelah Surabaya. Hal ini memicu kecemburuan sosial yang sangat tinggi oleh arek Malang terhadap arek Suroboyo .

Kondisi ‘tidak mau kalah’ ini membuat suhu konflik Malang-Surabaya begitu panas. Begitu juga dengan sepakbola, dimana suporter asal Malang selalu berusaha menyaingi suporter asal Surabaya. Arek Suroboyo sudah lama memiliki sifat bondho nekat, dimana pernah mereka aplikasikan dalam upaya melawan tentara sekutu dalam pertempuran 10 November 1945. Sifat bondho nekat yang masih menjadi kultur masyarakat Surabaya modern juga terbawa dalam sepakbola. Pada akhirnya, bondho nekat ini menjadikan suporter Surabaya saat itu terkesan brutal dan anarkis, seperti halnya Hooligans di daratan Eropa.

John Psipolatis pernah menyinggung akan perbedaan ‘suporter brutal’ dan ‘hooligan’ dalam kajiannya tentang sepakbola Indonesia. Ia menyatakan bahwa untuk di Indonesia lebih sesuai dengan sebutan ‘suporter brutal’, karena mereka datang ke stadion untuk menikmati pertandingan dan sesudahnya membuat onar. Sementara ‘hooligan’ belum pantas disandang oleh suporter di Indonesia karena Hooligan datang dengan niat untuk membuat kerusuhan tanpa menikmati pertandingan sepakbola.

Konflik dalam hal sepakbola dimulai sejak tahun 1967, dimana terjadi kerusuhan dalam pertandingan Liga Perserikatan antara Persebaya Surabaya melawan Persema Malang di Surabaya. Kondisi ini dibalas oleh arek-arek Malang dalam pertandingan Persema Malang melawan Persebaya Surabaya di Malang. Akhirnya, konflik suporter yang merupakan pertarungan geng Malang-Surabaya ini terus berlanjut pada tahun 70’an. Periode 80’an menjadi puncak ketegangan antara Bonek dan Ngalamania, dimana tahun 1984 terjadi ‘Perang Badar’ antara Ngalamania dengan Bonek. Peperangan yang terjadi antara Arek Malang dan Arek Suroboyo itu membuat Presiden Soeharto kala itu menyikapinya dengan ucapan “kalau sepakbola membuat persatuan hancur, lebih baik tidak usah”.

Rivalitas Bonek – Aremania
Berdirinya Armada 86 hingga berevolusi menjadi PS Arema pada tahun 1987 membuat konflik semakin memanas. Dalam kompetisi Perserikatan, Persema dan Persebaya sudah memanaskan suhu konflik antar-suporter di Jawa Timur. Dengan hadirnya Arema yang mengikuti kompetisi Galatama, suhu itu kian memanas dengan rivalitas Arema dan Niac Mitra Surabaya. Semifinal Galatama tahun 1992 yang mempertandingkan PS Arema Malang melawan PS Semen Padang di stadion Tambaksari Surabaya menghadirkan awalan baru sejarah konflik Aremania-Bonek. Arek Malang (saat itu belum bernama Aremania) membuat ulah di Stasiun Gubeng pasca kekalahan Arema Malang dari Semen Padang. Kapolda Jatim saat itu akhirnya mengangkut mereka dalam 6 gerbong kereta api untuk menghindari kerusuhan dengan Bonek.

Kejadian di Stasiun Gubeng itu membuat panas Bonek yang ada di Surabaya. Tindakan balasan mereka lakukan dengan mencegat dan menyerang rombongan Aremania pada akhir tahun 1993 saat akan melawat ke Gresik. Peristiwa ini dibalas oleh Aremania pada tahun 1996 dengan melakukan lawatan ke Stadion Tambaksari dengan pengawalan ketat DANDIM. Keberanian Aremania untuk hadir di Stadion Tambaksari kala pertandingan Persebaya melawan Arema saat itu telah membuat Bonek tidak bisa berbuat apa-apa dan harus menahan amarah mereka dengan cara menghina Aremania lewat kata-kata saja. Hal ini karena pertandingan tersebut disaksikan oleh para petinggi PSSI dan gubernur Jawa Timur saat itu, serta pengawalan ketat DANDIM kota Malang terhadap Aremania. Bagi Aremania, hal ini sudah sangat mempermalukan Bonek dengan datang langsung ke jantung pertahanan lawan sembari menunjukkan kesantunan Aremania dalam mendukung tim kesayangan. Semenjak itulah tidak ada kata damai dari Bonek kepada Aremania, dan Aremania sendiri juga menyatakan siap untuk melayani Bonek dengan kekerasan sekalipun.

Kejadian ini dibalas oleh Bonek di Jakarta pada tahun 1998. Tanggal 2 Mei 1998 dimana Aremania akan hadir dalam pertandingan Persikab Bandung vs Arema Malang, Aremania yang baru turun dari kereta di Stasiun Jakarta Pasarsenen diserang oleh puluhan Bonek. Ketika itu rombongan Aremania yang berjumlah puluhan orang menaiki bus AC yang sudah disiapkan oleh Korwil Aremania Batavia. Di tengah jalan, belum jauh dari Stasiun Pasarsenen tiba-tiba bus yang ditumpangi Aremania dihujani batuan oleh Bonek. Untuk menghindari jatuhnya korban, rombongan Aremania langsung turun dari bus untuk melawan Bonek yang menyerang mereka. Bahkan Aremania sampai mengejar-ngejar Bonek yang ada di Stasiun Pasarsenen. Tindakan Aremania ini mendapat applaus dari warga setempat, sehingga Bonek harus mundur meninggalkan area Stasiun Pasarsenen.

Kondisi rivalitas yang begitu panas antara Aremania dan Bonek membuat keduanya menandatangi nota kesepakatan bahwa masing-masing kelompok suporter tidak akan hadir ke kandang lawan dalam laga yang mempertemukan Arema dan Persebaya. Nota kesepakatan yang ditandatangani oleh Kapolda Jatim bersama kedua pemimpin kelompok suporter tersebut ditandatangani di Kantor Kepolisian Daerah Jawa Timur pada tahun 1999. Semenjak tahun 1999, maka kedua elemen suporter ini tidak pernah saling tandang dalam pertandingan yang mempertemukan kedua klub kesayangan masing-masing.

Tetapi nota kesepakatan itu tidak mampu meredam konflik keduanya. Tragedi Sidoarjo yang terjadi pada bulan Mei 2001 menunjukkan masih adanya permusuhan kedua elemen ini. Kala itu pertandingan antara tuan rumah Gelora Putra Delta (GPD) Sidoarjo melawan Arema Malang di Stadion Delta Sidoarjo dalam lanjutan Liga Indonesia VII. Karena dekatnya jarak Surabaya-Sidoarjo membuat sejumlah Bonek hadir dalam pertandingan tersebut. Menjelang pertandingan dimulai, batu-batu berterbangan dari luar stadion menyerang tribun yang diduduki oleh Aremania. Kondisi ini membuat Arema meminta kepada panpel untuk mengamankan wilayah luar stadion. Karena lemparan batu belum berhenti membuat Aremania turun ke lapangan, sementara di luar stadion justru terjadi gesekan antara Bonek dengan aparat. Turunnya Aremania ke lapangan pertandingan membuat pertandingan dibatalkan. Terdesaknya aparat keamanan yang kewalahan menghadapi Bonek membuat Aremania membantu aparat dengan memberikan lemparan balasan ke arah Bonek. Aremania pun harus dievakuasi keluar stadion dengan truk-truk dari kepolisian.

Kejadian rusuh yang berkaitan antara Aremania dengan Bonek masih berlanjut pada tahun 2006. Kekalahan Persebaya Surabaya atas Arema Malang di stadion Kanjuruhan dalam laga first leg Copa Indonesia membuat kecewa Bonek di Surabaya. Seminggu kemudian, kegagalan Persebaya Surabaya mengalahkan Arema Malang di stadion Gelora 10 November Tambaksari Surabaya membuat Bonek mengamuk. Laga yang berkesudahan 0-0 ini harus dihentikan pada menit ke-83 karena Bonek kecewa dengan kekalahan Persebaya dari Arema Malang. Kekecewaan ini mereka lampiaskan dengan merusak infrastruktur stadion, memecahi kaca stadion, dan merusak beberapa mobil dan kendaraan bermotor lain yang ada di luar stadion. ANTV yang menayangkan pertandingan tersebut meliputnya secara vulgar, bahkan berkali-kali menunjukkan gambar rekaman mengenai mobil ANTV yang dirusak oleh Bonek. Aremania menyikapi hal ini dengan menyerahkannya secara total kepada pihak berwajib dan PSSI.

Rivalitas keduanya tidak hanya hadir lewat kerusuhan dan peperangan, tetapi juga dengan nyanyian-nyanyian saat mendukung tim kesayangannya. Bonekmania, di kala pertandingan Persebaya melawan tim manapun, pasti akan menyanyikan lagu-lagu yang menghina Arema dan Aremania. Lagu-lagu yang menyebutkan Arewaria, Arema Banci, Singo-ne dadi Kucing, dan beberapa lagu lain kerap mereka nyanyikan di Stadion Gelora 10 November Tambaksari Surabaya. Hal yang sama juga dilakukan oleh Aremania, dimana lagu-lagu anti-Bonek juga mereka kumandangkan kala Arema menghadapi tim lain di Stadion Kanjuruhan. Bahkan persitiwa terbaru adalah tersiarnya kabar mengenai dikepruknya mobil ber-plat N ketika malam tahun baru di Surabaya oleh pemuda berkaos hijau (oknum Bonek?).